Pengakuan RI Merdeka Tahun 1945
http://cetak.kompas.com/read/2010/10/07/04294893/pengakuan.ri.merdeka.tahun.1945
7 Oktober 2010 | 04:29 WIB
Huala Adolf Guru Besar pada Fakultas Hukum Unpad Bandung
Pada kunjungan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke Belanda, 5-9 Oktober 2010, Pemerintah Belanda mengakui kedaulatan RI.
Kunjungan tersebut mendadak dibatalkan. Padahal, pengakuan itu memberi kedudukan hukum penting bagi RI sebagai negara di mata Belanda. Pengakuan ini sekaligus merupakan pengakuan de jure terhadap RI, artinya Belanda melihat RI sebagai negara yang berdaulat atas wilayahnya. Pengakuan tertulis itu menyebutkan Belanda menyatakan RI merdeka tahun 1945 (Kompas, 2/10). Pengakuan itu juga akan menandai sejarah dan lembaran baru bagi hubungan kedua negara. Begitu Belanda mengakui RI adalah negara berdaulat sejak 1945, sejak itu pula RI memiliki kedudukan, hak, dan kewajiban sesuai hukum internasional. Yang juga penting, pengakuan Belanda mengakhiri polemik kapan sebenarnya penyerahan kedaulatan Belanda ke RI. Menjadi polemik karena menurut Belanda status kedaulatan RI belum jelas. Belanda melihat kedudukan RI sebagai negara berdaulat masih bermasalah secara hukum internasional.
…dst
…dst
Gerakan yang awalnya mendapat dukungan dari masyarakat Belanda ini biasanya berunjuk rasa di depan Kedutaan Besar RI (KBRI) setiap peringatan Hari Kemerdekaan RI 17 Agustus dan peringatan pembentukan RMS pada 20 April. Namun, beberapa aksi nekat simpatisan RMS membuat mereka kehilangan dukungan. Misalnya, penyanderaan 18 tenaga staf KBRI pada 1966, pendudukan Wisma Duta pada 13 Agustus 1970, dan penyanderaan di Konsulat Jenderal RI di Amsterdam tahun 1975. Puncaknya ketika mereka menyandera penumpang kereta api di Wijster dekat Beilen, Juli 1975, yang menewaskan dua orang di antaranya; pembajakan kereta api dari Assen dan Groningen, utara Belanda, pada 1977; dan penyanderaan 110 orang, sebagian besar anak sekolah, di Bovensmilde pada tahun 1978. Masyarakat Belanda yang semula bersimpati lalu menjauh dan acuh dengan mereka. RMS kehilangan dukungan moral maupun keuangan.
Tak hanya itu, generasi penerus RMS di Belanda juga semakin acuh dengan gerakan politik pendahulu mereka …cut… Pascal Amukwaman, mantan Ketua Organisasi Nasional Sosial Maluku di Belanda, mengatakan, gerakan RMS tidak lagi populer di mata generasi ketiga. Walaupun masih ada simpatisan RMS, jumlahnya terus berkurang. Tidak signifikan dan gerakan ini nyaris tak terdengar lagi di Belanda dalam beberapa tahun terakhir. Oleh karena itu, banyak orang Indonesia, termasuk kalangan Maluku, di Belanda yang terkejut dengan pembatalan rencana kunjungan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke Belanda gara-gara RMS mendaftarkan tuntutan dugaan pelanggaran hak asasi manusia di Indonesia ke pengadilan Belanda. RMS yang semula nyaris mati angin tiba-tiba mendapat angin.
…dst