Pendidikan Kedokteran Perlu Standar Kompetensi
26 Maret 2011 | Laporan oleh ahmad_dj

Jakarta— Menjamurnya fakultas kedokteran di Tanah Air menyebabkan tidak selarasnya pengertian kompetensi dokter satu perguruan tinggi dengan perguruan tinggi lainnya. Untuk itu, perlu reformasi di bidang pendidikan kedokteran.

Pada Pertemuan Ilmiah Tahunan II Perhimpunan Dokter Umum Indonesia (25/03), Wakil Menteri Pendidikan Nasional mengatakan,” Ijazah bisa membuat seorang jadi dokter. Tapi kalau dokter tidak kompeten, sia-sia saja. Jadi, kedokteran itu menuntut kompetensi.” Pertemuan tersebut diadakan di Jakarta Convention Center, Jakarta.

Menurut Wamendiknas, standar harus disusun untuk mendapatkan kompetensi minimal. Tujuannya adalah perguruan tinggi negeri maupun swasta memiliki kompetensi yang sejajar. Kompetensi harus diikuti dengan etika. “Ini harus tercermin dalam proses pendidikan,” ujar Fasli.

Wamendiknas menerangkan, bentuk reformasi pendidikan kedokteran dilakukan dengan memberikan ilmu klinik sedini mungkin secara terintegrasi, dengan pembelajaran akademik. “Kami upayakan terjadi 3,5 tahun pertama, diperkaya dengan 1.5 tahun untuk setting klinik. Ditambah dengan permagangan di rumah sakit dan puskesmas selama satu tahun. Sehingga, selama 6 tahun dapat mencakup semua lini pendidikan kedokteran,” tuturnya.

Perguruan tinggi memang melakukan semua evaluasi terhadap proses pendidikan dan menentukan kelulusan. “Namu, semuanya harus mengikuti uji kompetensi nasional. Diharapkan tiap lulusan kedokteran itu sama antara daerah satu dengan yang lain,” ucap Fasli. (gloria)