From: [email protected]
Date: Tue, 5 Apr 2011 06:23:08 +0000
Undang-undang Guru dan Dosen (UU) mensyaratkan seorang untuk memperoleh gelar Profesor/Guru Besar (GB) harus selesai dan lulus Doktor/S3.
Bukankah dibeberapa negara maju, profesor adl sebutan untuk “guru” spt halnya Prancis, dan profesor adl suatu gelar “kehormatan” atas ilmu yg dimiliki, bukan sekedar kenaikan pangkat. Ironis sekali jika untuk menjadi profesor cukup sulit dlm jenjang birokrasi, padahal banyak orang yg layak mendapat gelar profesor tapi terhambat krn belum selesai atau belum menempuh pendidikan doktoral. Selain itu jika kita tengok kolega dosen yg di Fakultas Kedokteran (FK) mereka menempuh pendidikan spesialis (SP1 hingga SP2) sehingga hampir sama dg menempuh pendidikan Doktor, tp bedanya tdk mendapat gelar DOKTOR atau S3. Apakah yg spt ini harus “kuliah” lagi?
Bagaimana dg kolega kita di ilmu sosial atau esakta yg mempunyai riset/hal yg luar biasa, tp belum doktor dan keilmuannya sudah dikenal dlm tingkat internasional. Apakah tidak layak mendapat gelar profesor?
Mohon pencerahannya dari teman2 yg lain.
Wassalam
[email protected]
To: [email protected]
From: [email protected]
Date: Wed, 6 Apr 2011 00:36:58 +0700
Namun UU ini hanya secara garis besar mengatakan harus memiliki kualifikasi akademik Doktor, kalo kita perhatikan produk hukum lain, kualifikasi akademik Doktor itu artinya lulusan program S3 dan yang setara yaitu Sp.II.
Perhatikan PP kenaikan pangkat PNS http://luk.staff.ugm.ac.id/atur/pns/PP99-2000.pdf setiap ada perkataan lulusan S3 selalu diikuti dengan perkataan atau Sp.II
Apalagi di Pendidikan Tinggi, pedoman perhitungan angka kredit sampai hari ini masih tetap berpedoman pada tiga induk ini :
Lihat di dalamnya jelas setarakan S1 dengan D4, S2 dengan Sp.I dan S3 dengan Sp.II, sehingga Dokter spesialis yang ingin memperoleh jabatan fungsional GB sama sekali tak perlu mengikuti kuliah S3 lagi.
Ini buktinya :
Pasal 1
(13) e. Khusus bagi kenaikan jabatan ke Guru Besar harus pula memenuhi
syarat tambahan yaitu mempunyai kemampuan akademik membimbing
Calon Doktor yang dapat dibuktikan dengan memenuhi salah satu
syarat sebagai berikut ;
1). Memiliki pendidikan Doktor (S3) atau Spesialis II (Sp.II) dalam bidang yang sesuai dengan penugasan.
Begitu juga silakan baca pasal 1 no. (9)b, no. (10) b, no. (14)b dan no. (15)b, kesemua ini sangat jelas menunjukan S1/DiV, S2/Sp.I dan S3/Sp.II
Masih ada bukti lain:
http://eeunri.files.wordpress.com/2008/03/workshop-2007-kopi.ppt
Kepala bagian mutasi dosen itu di bawah Sekjen Kemdiknas, Pak Trisno Zuardi merupakan pejabat yang berwenang menetapkan kebijakan angka kredit dan juga merupakan salah seorang tim pusat penilaian angka kredit dan penetapan LK dan GB. Di dalam pedomannya ada dijelaskan persyaratan akademik GB itu lulusan S3 atau Sp.II
Kenaikan Jabatan dan Kenaikan Pangkat
http://arisbudi.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/9552/Koesmawan+PAK.ppt
Ini merupakan sosialisasi tahun lalu juga ada disinggung lulusan S3 atau Sp.II
Di dalam ketentuan pembukaan PT baru, prodi baru dan perpanjangan ijin prodi, persyaratan kualifikasi dosen juga berpedoman pada S1 setara D4, S2 setara Sp.I dan S3 setara Sp.II. Jadi jelas seadainya sudah pegang ijazah Sp.II untuk mengusulkan jabatan GB atau Profesortak perlu kuliah S3 lagi.
Seandainya ada kolega yg mempunyai riset/prestasi yg luar biasa, tapi belum doktor dan keilmuannya sudah dikenal dalam tingkat internasional, don’t worry, bisa diusulkan Senat fakultas yang kemudian dikukuhkan oleh Senat Universitas/Insititut (PTnya harus yang legal dan terakreditasi) dengan gelar Doktor Kehormatan, yang disingkat jadi Dr(H.C)
http://luk.staff.ugm.ac.id/atur/Kepmen178-U-2001GelarLulusanPT.pdf baca pasal 14, 15, 16 dan 17.
Mana mungkin Pendidikan Spesialis Dokter tak dihargai, untuk mencapai gelar Sp.I aja harus mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis selama 6-10 semester, untuk mencapai gelar Sp.II harus tambah 4-6 semester lagi, bisa baca http://id.wikipedia.org/wiki/Dokter_spesialis
Namun Profesor atau GB adalah jabatan fungsional tertinggi dalam pendidikan tinggi, jabatan fungsional tak bisa diberikan hanya karena prestasi luar biasa atau keilmuannya sudah dikenal di tingkat internasional, itu hanya bisa dihargai dengan pemberian gelar kehormatan, tidak bisa dengan jabatan. Untuk naik ke jenjang jabatan akademik Profesor tetap harus melalui persyaratan yang sudah ditetapkan Dikti. Bagi Pak Dokter atau Bu Dokter, gelar Sp.II dijamin setara dengan S3, sampai sekarang tak ada produk hukum yang membatalkan kesetaraan ini. Persyaratan akademik tak masalah bila gelarnya Sp.II, tinggal lengkapi persyaratan-persyaratan yang lain. Adapun pedoman terbitan Des 2009 itu kurang lengkap, dalam buku itu juga jelaskan isinya masih dalam pengembangan dan mengaku tetap menjadikan ketiga produk hukum di atas (termasuk kepmendikan no. 36/D/O/2001) sebagai landasannya.
Bila kita perhatikan pasal 86 PP no. 17 tahun 2010, pengakuan atas hasi prestasi belajar melalui pengalaman aja bisa mengantarkan seseorang diterima di program Diploma, Sarjana, Magister, Doktor, Profesi dan Spesialis, tak mungkin para dokter spesialis yang keilmuannya sudah teruji tidak bisa setara dengan lulusan S3.
Terima kasih memulai topik diskusi yang sangat menarik dan bermanfaat bagi para dokter.
Wassalam,
Fitri