Saya share salah satu cuplikan diskusi GDI pagi ini, karena saya memperhatikan sebagian dosen masih belum memahami perbedaan AKD (angka kredit dosen) dengan BKD (Beban Kerja Dosen) begitu juga kegiatan dalam melaksanakan pendidikan dan pengajaran (bidang A) dengan kegiatan melaksanakan kegiatan penelitian (bidang B) dalam perhitungan angka kredit dosen.
Semoga sharing ini membawa manfaat bagi yang membutuhkan.
Terima kasih, wasaalam, Fitri

>>>

Pertanyaan dari salah satu anggota GDI Pak NAW
Bila seorang prof punya bimbingan S3=1org, S2=2org maka kemungkinan besar bisa menghasilkan lebih dari 2 paper dalam setahun. Karena pada semester akhir mereka diharapkan mempublikasi thesis/disertasinya untuk menunjukkan keunggulan ide mereka. Coba kita hitung lagi, apakah bimbingan kita lebih dari 3 org? kalau iya kemungkinan besar dalam setahun bisa menuis paper lebih dari 3. Kalau mengikuti prinsip ‘kepatutan’ dalam aturan, berarti tidak perlu membimbing lebih dari 3, lalu siapa yg membimbing mereka?? tambahan lagi, apabila seseorang mempubllikasi dalam jurnal nasional lebih dari 2 dalam setahun, mengapa tidak diakui? Kalau alasannya kualitas, bukankah jurnal nasional di-review oleh para pakar dibidangnya? lalu siapa lagi yang akan mereview kalau profesor2 itu tidak diakui kepakarannya? Apalagi kalau submitnya ke jurnal internasional….

>>>

Tanggapan:
Case yang Bapak kemukakan adalah kegiatan malaksanakan pendidikan dan pengajaran (bid A) berbeda dengan kegiatan melaksanakan kegiatan penelitian (bidang B). Kalo seorang Dosen membimbing mahasiswa dalam menghasilkan disertasi batas kepatutannya 4 lulusan, S2 = 6 lulusan, S1/D4 = 8 lullusan dan D3 =10 lulusan. Yang dibatasi 1 artikel per semester itu adalah publikasi karya ilmiah dosen ybs di jurnal akredktasi nasional atau jurnal internasional, untuk jurnal nasional tak terakreditasi bisa 2 artikel dalam satu semester.

Dan untuk Profesor tidak ada istilah batas kepatutan dalam melaksanakan kegiatan B karena mereka sudah mencapai jenjang jabatan akademik tertinggi sehingga sama sekali tak perlu kum lagi. Publikasi yang dilaksanakan para Profesor diperhitungkan sebagai kewajiban dalam pelaksanaan BKD (Beban Kerja Dosen) bukan AKD (Angk Kredit Dosen), mereka selain melaksanakan BKD minimal 12 sks per semester dikenakan kewajiban khusus 3 sks pertahun yang terdidri dari a) menulis buku, b)menerbitkan karya ilmiah dan c)menyebarluaskan gagasan masing-masing 1 sks. Itupun diberi kebebasan dalam pelaksanan kewajiban khususnya, bisa tiap tahun laksanakan a-c (masing-masing item 1 sks dalam setahun), atau salah satu item diselesaikan dalam satu tahun misalnya a (menulis buku) dilaksanakan 3 sks dalam tahun pertama sehingga di tahun kedua dan ketiga hanya melaksanakan b dan c dan sebagainya. Yang jelas setelah 3 tahun dihitung kewajiban khusus yang terlaksana harus a=3 sks, b = 3 sks dan c= 3 sks, total kewajiban khusus selesai dalam 3 tahun = 9 sks. Jadi dalam BKD tak memakai istilah batas kepatutan dalam melaksanakan tugas utama dosen, yang ada itu kewajiban meksanakan beban kerja dosen yang dibatasi minimal 12 sks dan maksimal 16 sks.

Dear para sahabat,
Dikti tak membatasi niat produktif para dosen, seandainya mau publikasi karya ilmiah di jurnal nasional terakreditasi atau jurnal Internasional sebanyak 2 artikel atau lebih dalam satu semester tidak akan dihukum, hanya satu aja yang diberi kum. Publikasi itu tujuannya untuk cari KUM atau beri manfaat ke publik terutama dunia akademisi ? kalo jawabannya yang terakhir saya rasa tak akan merasa berat dengan batas kepatutan yang diterapkan Dikti, bukankah salah satu misi kita adalah berbagi ilmu ke masyarakat ? dengan publikasi bukankah kita sudah memberi manfaat ke yang membutuhkan? begitu juga kewajiban khusus para Profesor ditentukan minimal 3 sks dalam setahun, bisa lebih dari itu (di atas kewajiban khusus) semakin bagus. Untuk itu mari jangan terlalu risaukan masalah KUM, tetaplah berkarya semampu kita. Yakinlah kalo kita jujur (bukan plagiat) dan berniat berbagi, kalopun di segi KUM kita dirugikan, YANG MAHA TAHU akan mengganti kita melalui jalan lain. Itu sudah saya buktikan, merugi saat ini bisa menjadi laba di kemudian hari, karena hanya DIA yang tahu cara menghitung laba rugi yang benar dan adil untuk kita. Mari beraktivitas terus.
Selamat bertugas, salam, Fitri.