Subhan Zein: “Kuatkan Tekadmu!”

Dari jendela di ruang depan, saya melihat ranting-ranting di dedaunan masih menyisakan embun dari hujan tadi malam. Perlahan saya membuka jendela dan menghidup udara segar. Saya arahkan pandangan ke timur. Di sana sang mentari mengerlingkan matanya kepada saya dengan mesra. Dengan pancaran cahayanya yang benderang, seakan dia tersenyum ramah dan berkata, “Selamat pagi, bangunlah tekad untuk sebuah masa depan yang cemerlang.”

Entah apa kaitannya dengan pernyataan sang mentari di atas, siang itu saya meneruskan tekad saya malam sebelumnya untuk meluncur dengan sepeda motor cicilan ke Jalan Jaksa di Jakarta Pusat. Di sana saya berdiri sejak pagi hingga sore untuk menyapa dan berbincang-bincang dengan para wisatawan mancanegara yang banyak berkumpul di sana.

Sebagai mahasiswa jurusan bahasa Inggris, mendapatkan nilai bagus dalam mata kuliah Structure, Reading, atau Writing buat saya ketika itu tidaklah terlalu sulit, meski juga tidak terlalu mudah. Namun jelas satu hal yang memalukan ketika saat itu saya masih juga belum fasih bercakap-cakap dalam bahasa Inggris, padahal saya sudah mahasiswa tingkat ketiga. Di kampung saya di pinggiran Depok tidak ada penutur asli bahasa Inggris pula. Jadi pergi ke Jalan Jaksa menjadi satu-satunya pilihan terbaik buat saya ketika itu.

Dengan tersenyum ramah kepada siapa pun turis yang lewat ketika itu, saya menyapa mereka dan mengajak mereka mengobrol.

What the hell are you doing, mate?” begitu respon dari seorang pria Australia berjenggot tebal yang pertama kali saya sapa. Tidak berhasil, saya mencoba lagi dan menyapa orang berikutnya.

Sampai beberapa kali saya mencoba, kadang tanggapannya kasar seperti ini, “Get out of my way, you motherfucker!” Tapi juga ada yang seperti ini, “No, sorry. I’ve got no time.

Sedih? Tentu.

Kecewa? Tidak.

Hingga akhirnya sang mentari sore itu bersembunyi ke peraduan saya berhasil menjumpai 38 orang. Setelah mengalami 34 penolakan dengan kebanyakan alasan tidak memiliki cukup waktu, saya beruntung dapat berbincang-bincang dengan dua gadis Norwegia yang ramah, seorang pemuda dari Afrika Selatan, dan seorang gadis Inggris yang jelita.

Peristiwa di hari itu benar-benar membuat saya bahagia dan mengangkat kepercayaan diri saya. Pekan berikutnya saya kembali lagi ke sana, dan ini metode ini saya ulangi beberapa kali sampai saya benar-benar percaya diri dengan kemampuan saya.

Setahun sejak peristiwa itu, tahun 2005, saya diwisuda sebagai Lulusan Terbaik dengan predikat Cum Laude dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dua bulan kemudian saya mengajar bahasa Inggris di almamater saya dan di sebuah sekolah dasar, hingga akhirnya mendapat beasiswa dari pemerintah Kanada selama 6 bulan.

Prestasi terbaik saya sebagai pengajar adalah melatih siswa saya menjadi juara pertama Story Telling di tingkat DKI yang diadakan Metro TV dan melatih seorang mahasiswa untuk mendapatkan skor IELTS 7.0 dari 5.5 dalam waktu 3 bulan. Saya juga mendapat beberapa penghargaan sebagai Guru Bahasa Inggris Berprestasi dari Departemen Pendidikan Nasional dan beberapa lembaga kursus bahasa Inggris.

Di tahun 2007 saya berangkat ke Australia setelah memperoleh beasiswa APS (Australian Partnership Scholarship) dan mengambil Master’s of Arts in TESOL (Teaching English to Speakers of Other Languages) di University of Canberra (UC).

Belum lagi lulus, di awal tahun 2009, saya ditawari mengajar di University of Canberra English Language Institute (UCELI) untuk mengajar bahasa Inggris kepada mahasiswa internasional. Sepulangnya dari mempresentasikan paper saya di Irlandia, saya lulus master’s dengan predikat High Disctinction.

Di pertengahan tahun tersebut saya mendapat kesempatan untuk melanjutkan kuliah hingga jenjang PhD di UC, meskipun ketika itu saya tidak mendapat beasiswa dari pemerintah Australia.

Seorang kawan dekat menyebutnya “perjudian hidup”, sementara saya menyebutnya, “Bukan perjudian, tapi tantangan”. Dengan bermodalkan keberanian, saya membiayai kuliah dan hidup saya di semester pertama dari mengajar di UCELI.

Ketika kemudian saya mendapat beasiswa dan melanjutkan di Australian National University (ANU), saya merasa bersyukur bahwa saya pernah berani mengambil keputusan tersebut. Dan saya lebih bersyukur lagi karena keputusan itu pula lah yang memberikan saya kesempatan untuk belajar banyak hal tentang kehidupan, termasuk belajar memimpin organisasi PPIA (Perhimpunan Pelajar Indonesia di Australia), baik pada tingkat Cabang (PPIA ACT) dan Pusat (PPI Australia). Masih ingat dua buku terbitan PPIA, Merchandising PPIA, Online Journal PPIA, dan penolakan PPIA terhadap kunjungan kerja Komisi VIII DPR RI di bulan April 2011 lalu? Teman-teman pengurus PPIA dan saya yang menginisiasinya.

Saat ini saya juga mulai merintis karir masa depan saya sebagai penulis internasional. Saya ingin menulis buku dalam bahasa Inggris dan menerbitkannya bersama penerbit besar seperti HarperCollins dan Bloomsbury. Adalah cita-cita saya bahwa suatu saat nanti jutaan orang dari seluruh dunia berbondong-bondong berkunjung ke Indonesia setelah membaca karya-karya saya sebagaimana jutaan orang saat ini berbondong-bondong ke Brazil setelah membaca buku-buku Paulo Coelho.

Coelho berkata, “It is the possibility of having a dream come true that makes life interesting”, dan saya terinspirasi darinya. Itu sebabnya saya terus belajar memelihara Blog saya yang saat ini sudah diminati orang dari sedikitnya 30 negara. Buat teman-teman yang tertarik melihat seperti apa buku yang akan saya terbitkan di masa depan, silakan kunjungi www.subhanzein.wordpress.com. Dan jika tertarik untuk mendapatkan updates cerita pendek dan puisi-puisi inspiratif dari saya, silakan Follow.

Sekarang saya sudah hampir empat tahun mengajar di UCELI dan masih berjuang untuk menyelesaikan kuliah saya di penghujung tahun ini. Jika ada yang bertanya bagaimana saya bisa mencapai apa yang sudah saya capai sejauh ini, maka saya akan bercerita tentang kejadian delapan tahun lalu ketika dengan berselimutkan debu saya memacu sepeda motor ke Jalan Jaksa.

Dan jika ada yang bertanya tentang trik atau kiat apa yang saya gunakan, saya hanya akan memberikan satu kata: “Tekad”.

Jadi kalau teman-teman punya niat untuk kuliah di luar negeri dengan memperoleh beasiswa, jangan pernah menyerah. Tekad harus dikuatkan. Strategi bisa dipikirkan, namun tekad hanya bisa dibangun dan disuburkan oleh hati yang memiliki kemauan.

Ingat teman-teman: Your heart tells you what to do. Your mind tells you how to do it.

Selamat berjuang yah, teman-teman!

Salam hangat,

Subhan Zein
www.subhanzein.wordpress.com