Otonomi Perguruan Tinggi “Dikebiri”
Kewenangan Mendikbud Terlalu Luas

Sabtu,30 Juni 2012
Jakarta Kompas – Otonomi perguruan tinggi yang bersifat universal ”dikebiri” dalam Rancangan Undang-Undang Pendidikan Tinggi yang kini sedang dibahas DPR. Satu per satu kewenangan perguruan tinggi ”dipereteli” sehingga kewenangannya menjadi sangat terbatas.

”Campur tangan negara terlalu luas,” kata Johannes Gunawan, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Parahyangan, Bandung,

Hal itu misalnya terlihat pada RUU PT, yang kini sedang dibahas DPR, diperlukan 12 peraturan pemerintah (PP), 36 peraturan mendikbud, dan hanya dua statuta perguruan tinggi. ”Padahal, mestinya statuta perguruan tinggi yang diperluas karena masing- masing perguruan tinggi memiliki keunikan tersendiri,” kata Gunawan, Rabu (27/6).

Dalam Pasal 45 tentang penelitian, misalnya, penelitian diatur dalam peraturan menteri. ”Padahal, di perguruan tinggi mana pun di dunia, penelitian merupakan kewenangan perguruan tinggi. Perguruan tinggi harus independen dan negara tidak boleh ikut campur,” kata Harijono A Tjokronegoro dan Djoko Suharto, Guru Besar Institut Teknologi Bandung.

Ketua Umum Asosiasi Badan Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta Indonesia Thomas Suyatno mengatakan, negara harus memberikan kucuran dana yang cukup kepada perguruan tinggi.

”Itu merupakan kewajiban negara, tetapi negara tidak boleh ikut campur dalam kegiatan akademik perguruan tinggi,” kata Thomas Suyatno.

Menurut sosiolog Universitas Indonesia, Imam B Prasodjo, negara telah salah kaprah antara otonomi perguruan tinggi dan komersialisasi perguruan tinggi. Otonomi perguruan tinggi diartikan perguruan tinggi harus mengatur sendiri keuangannya,

Rumpun ilmu

RUU PT yang kini sedang dibahas DPR juga mengatur tentang rumpun ilmu pengetahuan seperti tertuang dalam Pasal 10.

”Padahal, perguruan tinggi yang lebih tahu soal perkembangan ilmu dan munculnya cabang-cabang ilmu baru di dalam perguruan tinggi. Negara tidak boleh ikut campur,” kata Harijono.

Begitu pun dalam Pasal 34. Persoalan kurikulum perguruan tinggi diatur dalam peraturan menteri. ”Kewenangan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan terlalu luas. Mestinya menjadi wilayah statuta perguruan tinggi,” kata Harijono. (ELN)

Sumber : http://cetak.kompas.com/