Calon Dosen Mubazir

Pemerintah Buat Payung Hukum untuk Dosen di PTN Baru

15 September 2015

JAKARTA, KOMPAS — Ribuan calon dosen berpendidikan S-2 dan S-3 untuk kebutuhan perguruan tinggi negeri dan swasta telah disiapkan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi. Namun, belum semua calon dosen terserap menjadi pendidik di perguruan tinggi.

Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Muhammad Nasir di Jakarta, beberapa waktu lalu, mengatakan, ada sekitar 6.000 calon dosen berpendidikan S-2 dan S-3 yang disiapkan pemerintah lewat program beasiswa calon dosen. Sudah banyak yang lulus, tetapi banyak yang belum terserap sehingga memilih kerja di luar bidang akademik.

“Alasannya bermacam-macam. Ada yang mengatakan calon dosen yang tersedia tidak sesuai kebutuhan perguruan tinggi. Sementara calon dosen merasa tidak pas karena tawaran gajinya terlalu murah,” kata Nasir.

Menurut Nasir, dukungan pemerintah untuk pengadaan dosen akan dievaluasi. Kemristek dan Dikti akan membuat kebijakan baru untuk pengadaan dosen dengan sistem lain. Calon dosen tetap diberikan beasiswa, tetapi diusulkan oleh suatu perguruan tinggi. Lalu, perguruan tinggi bersangkutan yang mengadakan perjanjian kerja selama beberapa tahun dengan calon dosen penerima beasiswa untuk menjadi dosen di kampus tersebut.

“Perlu ada terikat kontrak langsung dengan perguruan tinggi pengusul. Jadi, kalau lulus harus jadi dosen di perguruan tinggi itu sekian tahun untuk memanfaatkan ilmunya sehingga tidak mubazir,” kata Nasir.

Direktur Jenderal Sumber Daya Iptek dan Dikti, Kemristek dan Dikti, Ali Ghufron Mukti di Jakarta, Senin (14/9), mengatakan, Kemristek dan Dikti menyediakan beasiswa untuk peningkatan Sumber Daya Manusia di Kemristek dan Dikti, baik di perguruan tinggi maupun lembaga pemerintah nonkementerian (LIPI, Batan, dan BPPT), untuk berkuliah di dalam dan luar negeri. “Tidak semua untuk jadi dosen. Kalau yang belum terserap, itu masih menunggu waktu,” kata Ali.

Pengadaan beasiswa calon dosen lewat beasiswa unggulan diadakan sejak 2011. Ketika calon dosen lulus, mereka bisa melamar sendiri ke perguruan tinggi yang disasar ataupun menunggu jika ada permintaan dari perguruan tinggi ke pemerintah (ketika itu Ditjen Pendidikan Tinggi). Kesepakatan untuk memilih perguruan tinggi hingga negosiasi gaji diserahkan pada keputusan perguruan tinggi dan calon dosen bersangkutan. Calon dosen yang direkrut bisa menjadi dosen tetap sehingga bisa ikut seleksi dosen pegawai negeri sipil. Besaran gaji yang diharapkan minimal setara gaji dosen perguruan tinggi negeri.

Supriadi Rustad, mantan Direktur Pendidik dan Tenaga Kependidikan Ditjen Dikti yang sekarang Ketua Tim Evaluasi Kinerja Akademik Perguruan Tinggi, Kemristek dan Dikti, mengatakan, permintaan calon dosen yang disediakan pemerintah lebih banyak dari perguruan tinggi swasta besar. Hal ini menguntungkan karena perguruan tinggi swasta tidak lagi mengeluarkan dana besar untuk membiayai pendidikan dosen.

Secara terpisah, Ketua Badan Pembina Lembaga Pendidikan Persatuan Guru Republik Indonesia Unifah Rosyidi mengatakan, tidak mudah menemukan calon dosen yang tepat dan sesuai bidang ilmu. Dukungan pemerintah bagi perguruan tinggi swasta soal dosen, seperti PGRI yang punya 55 perguruan tinggi swasta, sebenarnya membantu. Namun, calon dosen itu belum tentu sesuai kebutuhan.

Dosen di PTN baru

Terkait nasib dosen di perguruan tinggi negeri baru, Menristek dan Dikti mengatakan, penyelesaiannya sedang dalam tahap harmonisasi peraturan presiden. “Pemerintah berupaya menyelamatkan semua SDM di dalam PTN baru. Pegawai dan dosen jangan resah,” ujar Nasir.

Menurut dia, ada 29 PTN baru yang diselesaikan. Nanti pegawainya akan dialihkan menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (P3K). Namun, status pegawai kontrak yang dimaksud bukan berlaku satu tahun, melainkan sampai usia kerja PNS. Untuk tenaga administrasi pensiun usia 58 tahun, dosen 65 tahun, dan guru besar 70 tahun. Adapun yang usia di bawah 35 tahun bisa diproses menjadi PNS. Namun, mereka tetap harus lewat seleksi.

Ketua Ikatan Lintas Pegawai PTN Baru Fadillah Sabri mengatakan, berlarut-larutnya penyelesaian peralihan status kepegawaian 36 PTN baru menunjukkan ketidakseriusan dan ketidakhadiran negara dalam penyelesaian masalah tersebut. Mereka meminta pemerintah segera membuat peraturan kebijakan peralihan status pegawai PTN baru menjadi PNS pada institusinya masing-masing dengan mengakui hak, menyetarakan masa kerja serta golongan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

“Kalau persoalan ini tidak selesai hingga akhir September 2015, kami akan aksi keprihatinan nasional mogok mengajar dan bekerja untuk masa waktu yang tidak ditentukan,” kata Fadillah. (ELN)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 15 September 2015, di halaman 12 dengan judul “Calon Dosen Mubazir”.