Kendala Utama Kualifikasi-Biaya
Dosen PTS yang Belum Tersertifikasi 70-90 Persen
1 Maret 2016
JAKARTA, KOMPAS — Dosen yang memenuhi syarat untuk diikutkan sertifikasi dosen sedikit. Faktor dominan adalah tak memenuhi syarat kualifikasi pendidikan dan terkendala biaya.
Padahal, sekitar 54 persen dosen di perguruan tinggi negeri dan swasta belum meraih sertifikat sebagai dosen profesional sesuai dengan Undang-Undang Guru dan Dosen Tahun 2004.
Pada tahun ini terdata sekitar 12.000 dosen saja yang memenuhi syarat untuk diikutkan sertifikasi dosen dari Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi. Direktur Karier dan Kompetensi Sumber Daya Manusia, Ditjen Sumber Daya Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, Kemristek dan Dikti, Bunyamin Maftuh, di Jakarta, Senin (29/2), mengatakan, masih banyak dosen yang belum dapat disertifikasi karena tidak memenuhi syarat. “Utamanya, belum berkualifikasi akademik S-2 atau tidak memiliki jabatan akademik/fungsional,” katanya.
Berdasarkan data Kemristek dan Dikti 2015, sekitar 43,8 persen dosen yang belum disertifikasi belum memenuhi syarat minimal S-2. Sebanyak 32,8 persen karena tidak memiliki jabatan akademik, lalu karena masa kerja, pangkat, dan umur.
“Dosen yang belum S-2 diberi waktu sampai akhir 2017 untuk bisa selesaikan S-2. Namun, kami juga mengeluarkan terobosan untuk bisa mengakomodasi para dosen yang masih S-1 dengan berbagai solusi,” kata Bunyamin.
Menurut Bunyamin, dosen berusia 58 tahun ke atas yang masih S-1 solusinya dipindahkan ke bagian tenaga kependidikan atau dipensiunkan. Bagi dosen yang berusia 50 tahun ke atas yang sedang S-2 diminta untuk menyelesaikan pendidikannya. Ada juga terobosan dengan pengakuan pengalaman sebelumnya bagi dosen yang bisa disetarakan S-2 jika memang nilainya memenuhi.
Mengacu data 2015, jumlah dosen di PTN yang belum disertifikasi tinggal sekitar 21 persen. Di PTS bervariasi, rata-rata 70-90 persen. Bahkan, di DKI Jakarta (Kopertis III), dosen yang belum disertifikasi mencapai sekitar 70 persen dan di Jawa Barat/Banten (Kopertis IV) sekitar 77 persen. Adapun di Papua dan Papua Barat (Kopertis XIV) sekitar 87 persen dosen belum disertifikasi.
Koordinator Kopertis III Illah Sailah mengatakan, baru 7.268 dosen yang lulus sertifikasi dosen di wilayah DKI Jakarta. Para dosen yang diikutkan sertifikasi ada yang dinyatakan tidak lulus atau portofolionya tidak lengkap.
Koordinator Kopertis IV Jawa Barat dan Banten Abdul Hakim Halim mengatakan, penentuan peserta sertifikasi dosen ditetapkan Kemristek dan Dikti dengan mengacu data dari Pangkalan Data dan Pendidikan Tinggi (PDPT). Lalu, PT diminta untuk memverifikasi apakah dosen yang bersangkutan layak diikutkan sertifikasi dosen atau tidak.
“PTS yang belum bagus proses memutakhirkan data para dosennya di PDPT bisa terlewatkan. Ada dosen yang sudah S-2, misalnya, tapi di PDPT masih tertulis S-1. Kami terus mengingatkan PTS supaya dosen tetap yayasan dimutakhirkan datanya sesuai dengan kondisi aktual,” ujarnya.
Menurut Abdul, para dosen di PTS juga belum mengurus inpassing atau penyetaraan golongan seperti dosen PNS. Padahal, penyetaraan ini penting untuk sertifikasi dosen.
Sementara itu, Metha Gomies, Sekretaris Pelaksana Kopertis XIV Papua dan Papua Barat, mengatakan, para dosen swasta terkendala biaya untuk pengurusan sertifikasi dosen. Para dosen terkendala untuk memenuhi tes potensi akademik dan TOEFL yang harus dilakukan jauh dari lokasi, misalnya di Jayapura, Makassar, atau Pulau Jawa. “Bayaran dosen di PTS kecil, kan, tidak banyak. Untuk mengurus syarat sertifikasi dosen, mereka pakai biaya sendiri, bukan dari PTS. Para dosen yang terkendala biaya ada yang pasrah saja sehingga tidak ikut sertifikasi dosen,” kata Metha. (ELN)
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 1 Maret 2016, di halaman 12 dengan judul “Kendala Utama Kualifikasi-Biaya”.
http://print.kompas.com/baca/2016/03/01/Kendala-Utama-Kualifikasi-Biaya
Baca juga:
Pertaruhan Mutu Pengajaran
Dorong Transparansi Sistem Penilaian Sertifikasi Dosen
Kendala di lapangan
Ketua Bidang Organisasi Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) Budi Djatmiko mengatakan, rata-rata tenaga pengajar PTS terkendala biaya untuk menjadi dosen profesional. Padahal, dosen PTS juga membutuhkan sertifikasi untuk pengembangan karier.
Ia menjabarkan, selain harus lulus program magister, calon dosen juga harus melalui psikotes dan tes narkoba yang biayanya Rp 650.000-Rp 1.500.000. Setelah itu, untuk bersertifikat, seorang dosen harus menjalani tes potensi akademik dan Test of English Proficiency (TOEP) dengan biaya Rp 500.000.
Budi menilai, Kemristek dan Dikti sesungguhnya tidak memiliki cukup dana untuk memberikan dana tunjangan sertifikasi. Hal tersebut terlihat dari terbatasnya kuota jumlah dosen yang bisa menjalani tes sertifikasi.
“Jika memang benar, ada baiknya pemerintah membuat program sertifikasi khusus jabatan akademik. Di satu sisi, dosen terbantu untuk meningkatkan karier mereka, di sisi lain pemerintah tidak perlu bingung mencari dana untuk membayar tunjangan sertifikasi,” ujar Budi.
…dst
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 2 Maret 2016, di halaman 11 dengan judul “Pertaruhan Mutu Pengajaran”.
http://print.kompas.com/2016/03/02/Pertaruhan-Mutu-Pengajaran