Kesejahteraan dan Fasilitas, Bedakah antara Dosen dan Peneliti ?

indeximagesb9EQdnz3mB

01 Maret 2017

Menduga adanya kesenjangan tunjangan jabatan fungsuonal antara dosen dan peneliti sering memunculkan perasaan kecewa yang memicu persepsi negatif.

Betulkah pemerintah kita lebih prioritaskan kesejahteraan peneliti dari pada kesejahteraan dosen ?

Mari kita coba melihat ke belakang, di tahun dan tanggal yang sama yaitu 28 Juni 2007 terbit Peraturan Presiden yang mengatur tunjangan fungsional dosen dan tunjangan fungsional peneliti, yang mana besaran tunjangan untuk masing2 jenjang bisa baca di lampiran Perpres sbb:

Perpres No.65 Tahun 2007 tanggal 28 Juni 2007 menetapkan tunjangan fungsional untuk:
Guru Besar Rp. 1.350.000,–
Lektor Kepala Rp. 900.000,–
Lektor Rp. 700.000,–
Asisten Ahli Rp. 375.000,–

Perpres no. 30 Tahun 2007 tanggal 28 Juni 2007 menetapkan tunjangan fungsional peneliti untuk:
Peneliti Utama Rp. 1.400.000,–
Peneliti Madya Rp. 1.200.000,–
Peneliti Muda Rp. 750.000,–
Peneliti pertama Rp. 325.000,–

Selama tahun 2007 dan 2008 walo tunjangan fungsional belum bisa menyimbangi kebutuhan hidup yang kian meningkat, namun karena ada merasa senasib antara dosen dan peneliti, tidak begitu bergejolak terasa ada kesenjangan pendapatan.

Sebagian besar Peneliti mulai dihinggapi rasa kekecewaan setelah terbit Peraturan Pemerintah no.41 tahun 2009 yang diundangkan tgl 8 Juni 2009 , PP ini telah menetapkan tunjangan PROFESI untuk dosen yang lulus sertifikasi, dengan besaran tunjangan Serdos yang cukup sejahterakan dosen, yaitu 1 x gaji pokok PNS, tunjangan khusus 1 x gaji pokok PNS dan untuk Profesor diberi tunjangan kehormatan 2 x gaji pokok PNS selain peroleh tunjangan profesi.

Peneliti mulai merasa pemerintah sudah mengabaikan kesejahteraan mereka, tulisan yang berisi suara hati Peneliti mulai bermunculan menghiasi berbagai media, walo pada waktu itu belum ada FB, Twitter dll yg bs bantu penyebaran suara, namun suara hati mereka cukup terdengar.

Waktu itu saya sempat himpun beberapa tulisan terkait suara hati para peneliti dan edarkan di web kopertis 12, antara lain:
Seputar Tunjangan dan Kesejahteraan Para Peneliti
Di post tgl 20 Feb 2011

Seputar Peneliti Indonesia
Di post tgl 27 Agustus 2010

Di dalam kedua link di atas masih bisa baca suara hati peneliti seperti misalnya :

====================================================

Negara dan Nasib Peneliti
Di post Rabu, 15 September 2010 | 04:42 WIB

… Saat ini, seorang peneliti senior bergelar profesor riset golongan IV E dan telah berdinas selama lebih dari 25 tahun pada lembaga penelitian nasional di Indonesia hanya memperoleh penghasilan 4 jutaan rupiah sebulan. Itu sudah termasuk tunjangan fungsional profesor riset Rp 1,4 juta per bulan. Sementara itu, seorang profesor di perguruan tinggi memperoleh gaji dan tunjangan di atas Rp 10 juta
… dst

Suara Floor untuk Perbaikan Nasib Peneliti Indonesia di tahun 2009
Di post tgl 12 Des 2008 di portal Ristek oleh seorang peneliti senior

Coba anda bayangkan, jika anda sebagai peneliti yang sedang bekerja di suatu laboratorium harus “direcokin” dengan kebutuhan dasar hidup. Apalagi biaya pendidikan anak-anaknya semakin mahal, jangan heran kalau ada para peneliti terpaksa harus “menggadaikan Surat Keputusan (SK) Pengangkatan” untuk meminjam uang ke bank atau hidup dengan metode “buka dan tutup lubang” diberbagai tempat demi menyambung hidup. Mereka harus berkerja sampingan untuk menutupi kebutuhan hidup. Kadang mereka bekerja sesuai kepakarannya namun bersifat “swasta” atau diluar kepakarannya.

Mereka hidup di dua alam diantara “keprofesionalisme profesi” atau “kebutuhan dasar hidup”. Jarang para profesional peneliti terlibat dari unsur korupsi atau plagiat karena telah mempunyai kode etik profesi. Mereka murni bekerja atas dasar keingintahuan dari suatu fenomena disekitar sehingga dapat menciptakan atau juga memberikan solusi pasti masalah-masalah di masyarakat. Maka sangat disayangkan kalau para kaum intelektual ini yang berpendidikan S1, S2, S3 atau post doctoral program harus berputar otak bagaimana memenuhi kebutuhan dasar hidup keluarga selain salary utama di kantornya.

That’s the fact of life, my friends…….We must realize it

================================================

Lanjut :

Di saat banyak tulisan yang menyoroti kondisi kesejahteraan peneliti, mereka terus berjuang melalui berbagai jalur terutama via instansi induk mereka kemenristek, sampai akhirnya perjuangan gigih mereka membuahkan hasil, terbitlah Perpres no.100 Tahun 2012 yang menetapkan besaran baru tunjangan fungsional peneliti yang jauh lebih sejahtera, mulai berlaku sejak 17 November 2012 hingga kini.

Perpres no.100 Tahun 2012 diundangkan tanggal 17 November 2012 menetapkan besaran tunjangan fungsional peneliti:
Peneliti Utama Rp. 5.200.000,–
Peneliti Madya Rp. 3.000.000, —
Peneliti Muda Rp. 1.750.000,–
Peneliti Pertama Rp. 1.100.000,–

Bagaimana dengan dosen ? Tunjangan jabatan fungsional tidak mengalami kenaikan sejak diundangkan mulai tgl 28 Juni 2007, alasan pemerintah, negara sudah beri dosen tunjangan profesi , tunjangan khusus dan tunjangan kehormatan Guru Besar, yang mana ketiga tunjangan ini tidak diberi ke peneliti.

Dosen PNS semakin terasa kecewa dengan kemunculan program tunjangan kinerja yang bisa dinikmati peneliti tapi terkunci bagi dosen PNS di 87 PTN satker karena Perpres no. 32 Tahun 2016 sama seperti Perpres sebelumnya (Perpres no.88/2013, Perpres no.138/2015) melarang dosen diberi tunjangan kinerja, krn sudah terima tunjangan profesi dosen (larangan double funding).

Kita memiliki 122 PTN terdiri dari 11 PTN BH + 24 PTN BLU + 87 PTN Satker.
PTN BH adalah PTN badan hukum yang diberi kewenangan mandiri mengelola keuangannya termasuk pemberian tunjangan kinerja atau remunerasi.

Untuk PTN BLU ‘remunerasi’ dimungkinkan karena Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum bersama perubahannya PP no. 74 Tahun 2012 Bagian ketiga Pasal 36 (1 dan 2) menyatakan, pe jabat pengelola, dewan pengawas, dan pegawai BLU dapat diberikan remunerasi. Karena itu, dengan persetujuan Menteri Keuangan, perguruan tinggi negeri (PTN) yang dalam pengelolaan keuangannya merupakan BLU dapat memberikan remunerasi bagi para pegawai administratif dan dosen yang mendapat tambahan tugas administratif seperti rektor, wakil rektor, dekan, dan seterusnya.

Sementara untuk dosen PNS dari 87 PTN satker atau PTN PNBP atau PTN non BLU, tidak peroleh kesempatan menikmati remunerasi atau tunjangan kinerja.

Perhatikan:
Pasal 8 Perpres no.32 tahun 2016
(1) Pegawai di Lingkungan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi yang diangkat sebagai pejabat fungsional SELAIN DOSEN dan mendapatkan tunjangan profesi maka tunjangan kinerja dibayarkan sebesar selisih antara tunjangan kinerja pada kelas jabatannya dengan tunjangan profesi pada jenjangnya.
(2) Apabila tunjangan profesi yang diterima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) lebih besar dari pada tunjangan kinerja pada kelas jabatannya maka yang dibayarkan adalah tunjangan profesi pada jenjangnya.

Pendapat pribadi saya :
Perpres no. 32 tahun 2016 tentang tunjangan kinerja PNS di lingkungan Kemenristekdikti :
Pasal 3 butir 1f “ TIDAK DIBERI KEPADA DOSEN” alangkah baiknya DIHAPUS, Pasal 8 butir 1 kata SELAIN DOSEN layak dihapus.
Dengan demikian dosen PTN bisa diberi tunjangan SALAH SATU dari tunjangan profesi atau tunjangan kinerja, mana yang lebih besar, itu lebih adil untuk mereka.

Selalu karena berawal dari perasaan diberlakukan tidak adil oleh pemerintah maka mulailah marak prilaku saling banding antara jabatan fungsional pendidik dengan jabatan fungsional peneliti.

Harapan saya kalopun ada tulisan atau opini galau baik dari pendidik maupun peneliti diterima dan kalo ada kesalahan diluruskan dan dimaafin, saya yakin seyakin-yakinnya tak ada pendidik atau peneliti yg berniat jadi provokator, tok semua sama pernah merasakan gimana berat mengabdi pada saat kesejahteraan kurang diperhatikan pemerintah, sama2 adalah pejuang dan pahlawan pendidikan yang berjasa di NKRI ini. Kalo soal produktivitas, tak usah sangsi lagi, produktivitas dosen dan peneliti akan meningkat tajam seiring dengan terpenuhnya kesejahteraan mereka.

Harapan saya Permenristekdikti no. 20 Tahun 2017 tentang Pemberian Tunjangan Profesi Dosen dan Tunjangan Kehormatan Profesor, TIDAK dijadikan alat untuk menghukum dosen yg tidak produktif, walo hanya dicabut sementara tapi cukup menyumbang kegalauan selain tidak ada rujukan hukum yg membenarkan sanksi tsb, artinya UU, PP atau Perpres tidak pernah delegasikan kewenangan ke Menteri untuk mencabut sementara tunjangan profesi dosen, selama mereka masih memenuhi persyaratan profesi yang tertera di PP dosen. Kewenangan Permen adalah kewenangan delegasi bukan kewenangan atribusi.

Sependapat dengan Pernyataan Forum Senat Akademik PTN-BH tanggal 28 Feb 2017 yang salah satu butirnya keberatan atas pemberian sanksi terhadap dosen yang tidak terpenuhi kewajiban publikasi ilmiah.

Semoga ke depan Indonesia semakin baik, tak ada lagi pendidik atau peneliti yang galau karena harus menghadapi dengan keterbatasan atau ketiadaan dana pada saat sedang melaksanakan pengabdian demi mencernaskan anak bangsa, aamiin YRA.

Mohon maaf apabila coret moret di saat pause makan siang ini kurang berkenan, apabila terdapat kalimat atau opini yang kurang elok, mohon dimaafkan.

Love all of you …

Fitri