Mentawai adalah Indonesia
Kamis, 4 November 2010 | 02:55 WIB
Oleh Marzuki Alie Ketua DPR RI

Tulisan Indra J Piliang dengan judul ”Mentawai dan Marzuki Alie” (Kompas, 1/11) merupakan kelanjutan polemik soal bencana Mentawai yang bermula dari pernyataan saya sebelumnya (27/10). Tak salah apa yang ditulis Piliang kalau saja kutipan pernyataan yang termuat di berbagai media massa, yang menjadi acuan Piliang, mencerminkan dengan sesungguhnya apa yang ada di hati dan pikiran saya selaku Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Perlu klarifikasi, tidak saja menyangkut kepentingan nama baik sebagai ketua parlemen, tetapi juga menyangkut persepsi masyarakat. Bahwa maksud saya bukan memindahkan begitu saja masyarakat Mentawai dari habitat ekonomi, sosial, dan kulturalnya ke suatu ruang baru yang kosong dan asing.

Konteks pernyataan saya adalah bahaya bencana tsunami yang bisa datang kapan pun dan topografi Mentawai yang rawan terhadap gempa dan tsunami sehingga sulit terhindarkan dari bencana sekalipun mekanisme peringatan dini berjalan efektif. Motivasi dari pernyataan ini adalah keinginan tulus untuk menyelamatkan manusia Mentawai sebagai manusia dan sebagai warga negara yang tentu harus dilindungi oleh negara. Kepedulian yang humanis adalah dasar ketika saya mengeluarkan pernyataan yang dinilai tidak bijaksana oleh sebagian kalangan, yang bahkan terus dipolitisasi oleh sebagian pelaku politik.Tak ada sama sekali niat melecehkan Mentawai dan seluruh manusia dan atribut budayanya yang luar biasa dan menjadi kebanggaan Indonesia yang satu dan sama.

Maka, intensi atau tujuan pernyataan saya sebenarnya hendak mengajak kita semua, seluruh rakyat Indonesia, untuk bersama-sama memikirkan Mentawai dan semua daerah yang rawan bencana di seluruh Tanah Air. Mentawai adalah Indonesia, kita semua harus memikirkannya. Evakuasi dan lain sebagainya tak cukup menghentikan laju jumlah kematian akibat bencana alam. Saya maklumi betul, berita yang pendek di media massa tak cukup menampung motivasi, argumentasi, dan orientasi yang luas dan dalam. Dalam situasi inilah saya dicerca, dihujat, dan disudutkan oleh kawan-kawan politisi yang tak menangkap lebih jauh dan lebih dalam apa yang saya maksud.

Menuduh dan menghakimi

Tulisan Indra J Piliang pun memperlihatkan kesan menuduh dan menghakimi. Seolah-olah Marzuki Alie tak memiliki hati dan tak memahami ikatan manusia dan habitatnya dengan segala kekhasan yang tak bisa digantikan begitu saja. Kalau saja manusia bisa berpikir bebas dari segala latar belakang politiknya, tentu tulisan Piliang tak begitu berbau tuduhan atau penghakiman. ”Marzuki Alie sepertinya tak paham dengan apa yang dikatakannya. Mentawai bukan seperti Pulau Onrust di Kepulauan Seribu yang mungkin akan tenggelam akibat abrasi air laut. Mentawai berbukit-bukit tinggi. Di daerah yang terkena bencana tsunami, sebagian penduduk masih sempat naik ke bukit atau tersadar setelah sapuan pertama dan lari ke bukit. Tsunami tidak terjadi saban hari sekalipun gempa bumi bisa muncul setiap pekan belakangan ini. Jadi, terlalu berlebihan solusi atas masalah Mentawai meminta pindah penduduknya ke daratan atau Pulau Sumatera”. Demikian Piliang.

…dst

Sumber : http://cetak.kompas.com/read/2010/11/04/0255236/mentawai.adalah.indonesia

>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>

Mentawai dan Marzuki Alie
http://cetak.kompas.com/read/2010/11/01/04522568/mentawai.dan.marzuki.alie

Senin, 1 November 2010 | 04:52 WIB
Oleh Indra J Piliang Dewan Penasihat The Indonesian Institute dan Wakil Sekjen DPN HKTI

Mentawai adalah kabupaten kepulauan paling barat Republik Indonesia. Kabupaten ini langsung berhadapan dengan laut luas: Samudra Hindia.
Selama Indonesia berdiri, Mentawai hanya bagian dari masyarakat yang dianggap memiliki peradaban rendah.Belakangan Mentawai dikenal sebagai tujuan wisatawan mancanegara, terutama Australia.
Lalu, muncullah gempa bumi sejak beberapa tahun terakhir. Mentawai hadir dalam pembicaraan publik nasional. Namun, tidak komprehensif. Cenderung parsial. Bahkan setelah banyak tim nasional dan internasional datang, Mentawai tetap diingat sebagai daerah rawan gempa. Tidak yang lain.
Yang paling memprihatinkan muncul belakangan. Entah dosa apa masyarakat Mentawai sehingga Ketua DPR bernama Marzuki Alie menyalahkan korban tsunami. “Mentawai itu kan pulau. Jauh itu. Pulau kesapu dengan tsunami, ombak besar, konsekuensi kita tinggal di pulaulah,” kata Marzuki (Kompas.com, 27/10). “Kalau tinggal di pulau itu sudah tahu berisiko, pindah sajalah. Namanya kita negara di jalur gempa dan tsunami luar biasa. Kalau tinggal di pulau seperti itu, peringatan satu hari juga tidak bisa apa-apa.”

Tidak setiap hari

Marzuki Alie sepertinya tak paham dengan apa yang dikatakannya. Mentawai bukan seperti Pulau Onrust di Kepulauan Seribu yang mungkin akan tenggelam akibat abrasi air laut. Mentawai berbukit-bukit tinggi. Di daerah yang terkena bencana tsunami, sebagian penduduk masih sempat naik ke bukit atau tersadar setelah sapuan pertama dan lari ke bukit.

Tsunami tidak terjadi saban hari sekalipun gempa bumi bisa muncul setiap pekan belakangan ini. Jadi, terlalu berlebihan solusi atas masalah Mentawai: meminta pindah penduduknya ke daratan atau Pulau Sumatera. Sampai detik ini pun tak ada kebijakan itu. Kalaupun ada sosialisasi antisipasi gempa bumi, pemerintah daerah lebih banyak bicara menyangkut evakuasi, bukan pindah sejak dini.

Penduduk Mentawai semakin hidup ke tepi, apalagi yang menghadap langsung ke lautan lepas Samudra Hindia, ketika terdesak kehadiran masyarakat pendatang. Kayu-kayu balak mulai dieksplorasi pada awal tahun 1970-an. Kedua orangtua penulis termasuk gelombang pertama kedatangan para perantau asal Minangkabau. Bukan hanya kayu, kebun-kebun cengkeh menjadi penyangga perekonomian. Penulis masih ingat bagaimana para pemetik cengkeh mencuci tangan dengan air limun atau soda.

…cut…
Bagaimana kalau pernyataan Marzuki dibalik saja: “Kalau takut gedung DPR miring dan roboh, jangan coba-coba jadi politisi di Senayan”.

…dst

Cendekiawan Sumbar Sesalkan Pernyataan Marzuki Alie
http://www.antaranews.com/berita/1288242886/cendekiawan-sumbar-sesalkan-pernyataan-marzuki-alie

Kamis, 28 Oktober 2010 12:14 WIB
Bogor (ANTARA News) – Cendekiawan Sumatera Barat Dr Ir Ricky Avenzora, M.Sc, yang juga pengajar di Institut Pertanian Bogor menilai pernyataan Ketua DPR Marzuki Alie tentang bencana gempa dan tsunami di Mentawai naif dan melukai perasaan rakyat Sumbar.

“Pernyataan Marzuki Ali tentang tsunami di Mentawai itu tidak hanya menunjukkan kenaifan seorang pemimpin lembaga legislatif di negeri ini, tetapi juga sangat-sangat melukai perasaan anak negeri Sumatra Barat,” katanya di Bogor, Jawa Barat, Kamis. Akademisi bergelar Sutan Linduang Kayo Nan Kayo Panungkek Datuak Tunaro Bagindo dari Desa Sumaniak, Batusangkar, ini menyikapi hal itu sehubungan dengan pernyataan Marzuki Ali di gedung DPR pada Rabu (27/10) bahwa musibah tersebut adalah risiko penduduk yang hidup di wilayah pantai.

Politisi Partai Demokrat itu juga menyatakan Kabupaten Mentawai jauh dan bencana tsunami tersebut konsekuensi bagi warga yang tinggal di pulau. Marzuki mengatakan, seharusnya warga yang takut ombak jangan tinggal di daerah pantai. Alasannya, jika ada bencana seperti tsunami, proses evakuasinya menjadi sulit. Bahkan ia juga menyarankan agar warga Mentawai dipindahkan saja, guna menghindari bencana serupa.

…dst