Permendikbud no. 34 tahun 2012 tentang Kriteria Daerah Khusus dan pemberian Tunjangan Khusus bagi Guru
http://hukor.kemdikbud.go.id/asbodoku/modules/tampilfile.php?lok=Peruu&file=2012-34-Permendikbud.pdf

Berita Terkait :

Tunjangan Khusus Guru Daerah 3T Diprioritaskan

07/09/2012
Jakarta — Sebanyak 21 guru honorer dari daerah terpencil di Aceh, Nusa Tenggara Timur, dan Papua, yang telah berkunjung ke Jakarta selama satu minggu, hari ini, Senin (9/07), akan bertolak kembali ke daerahnya. Kepulangan mereka membawa secercah harapan tentang tunjangan khusus daerah terpencil yang selama ini belum pernah mereka terima.

“Ini (tunjangan khusus guru daerah terpencil) harus diprioritaskan,” demikian disampaikan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Mohammad Nuh, saat bertemu 21 guru dari daerah terpencil ini di kantor Kemdikbud, Senin (9/07) siang.

Mendikbud meminta langsung kepada Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Peningkatan Mutu Pendidikan (BPSDM-PMP), Syawal Gultom, untuk segera memverifikasi guru-guru ini agar tunjangan khusus daerah terpencil mereka segera bisa diberikan.

Syawal mengatakan, guru-guru ini adalah guru yang inspiratif. Dengan gaji yang sangat kecil, berkisar Rp150.000 hingga Rp500.000 per bulan, mereka tetap mengabdi untuk menjadi pendidik. Ada diantara mereka yang telah mengabdi selama 20 tahun. Untuk itu, dirinya akan segera melaksanakan amanah dari Mendikbud untuk memverifikasi data guru-guru ini. (AR)

Sumber : http://www.kemdiknas.go.id/kemdikbud/berita/484

>>>

Mendikbud apresiasi kinerja guru Daerah 3T

Senin, 9 Juli 2012 20:44 WIB

Mohammad Nuh (FOTO ANTARA)Saya bangga pada kinerja 21 guru yang datang ke Jakarta mewakili guru-guru di Daerah 3T lainnya yang menunjukkan profesionalisme tinggi, meskipun mendapatkan gaji rendah.”

Jakarta (ANTARA News) – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh mengapresiasi kinerja 21 guru dari Daerah Terdepan, Terluar, Tertinggal (3T). “Saya bangga pada kinerja 21 guru yang datang ke Jakarta mewakili guru-guru di Daerah 3T lainnya yang menunjukkan profesionalisme tinggi, meskipun mendapatkan gaji rendah,” kata M Nuh usai bersilatuhrahmi dengan 21 guru Daerah 3T di Gedung Kementerian dan Kebudayaan, Senin.

Mendikbud juga menyampaikan janji pemerintah yang akan memprioritaskan guru-guru di Daerah 3T untuk melakukan ujian sertifikasi. “Namun memang kendalanya masih berkisar dengan status guru yang bersangkutan, apakah dia sudah PNS, guru tetap atau masih honorer,” katanya. Oleh karena itu di hadapan 21 guru yang semuanya masih berstatus honorer itu, Nuh menjanjikan untuk segera memberikan rekomendasi pengangkatan kepada guru-guru tidak tetap di Daerah 3T yang diajukan oleh pemerintah daerah setempat.

“Tentu saja nanti akan penilaian-penilaian lebih lanjut, tapi pada intinya pusat akan memberikan prioritas kepada guru-guru Daerah 3T,” katanya. Mendikbud yang hanya sempat berbincang sebentar dengan para guru tersebut di akhir acara juga menyampaikan harapan dan semangat agar mereka tidak menyerah dalam mendidik siswa-siswinya di daerah masing-masing.

Sebanyak 21 guru Daerah 3T yang mewakili Provinsi Nangroe Aceh Darussalam, Nusa Tenggara Timur dan Papua tersebut datang ke Jakarta atas undangan Kemendikbud dan PT Garuda Indonesia. Kemendikbud dan PT Garuda Indonesia bekerja sama dalam memberikan program kunjungan penerbangan bagi 21 guru berdedikasi dari Daerah 3T untuk bersilaturahmi dengan Mendikbud dan meninjau pabrik pembuatan pesawat terbang milik PT Dirgantara Indonesia di Bandung, Jawa Barat.
(A060/Z003)

Slamet Hariyadi, Guru Berdedikasi dari Papua

07/09/2012

Tidak terpikirkan sebelumnya di benak Slamet Hariyadi, nasib membawanya menjadi seorang guru di daerah terpencil di Kabupaten Biak Numfor, Papua. Pria berusia 51 tahun kelahiran Malang tersebut sudah lebih dari 25 tahun mengabdi di dunia pendidikan, di sebuah pulau kecil sebelah utara Pulau Papua. “Setelah masuk ke dunia pendidikan, saya menyadari bahwa menjadi guru adalah pilihan hidup saya,” ujarnya saat acara Silaturahmi Mendikbud dengan Guru Daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (3T), di kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Senin (9/7).

Tahun 1985 Slamet Hariyadi memulai babak baru kehidupannya di tanah Papua, sebuah tempat yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Kakaknya yang bertugas sebagai anggota TNI mengajaknya ke Biak, untuk mengadu nasib di pulau cenderawasih tersebut. Ia diterima sebagai staf tata usaha di SMP YAPIS Biak Numfor, yang berada di Distrik Samofa. “Gaji pertama saya 40 ribu rupiah,” ujarnya.

Pada tahun 1990 dirinya diangkat menjadi guru yayasan, mengajar di SMP dan SMK YAPIS, dengan gaji yang jauh di bawah upah minimum kabupaten. Namun gaji yang kecil tidak membuat semangat mengajarnya padam, bahkan ia terus berusaha meningkatkan kompetensinya dengan mengambil pendidikan S1. Tahun 1993, ia meraih gelar sarjana ilmu administrasi dari Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Negara Biak Numfor. “Sejak itu saya bertekad memberikan ilmu saya ke anak-anak Papua,” kata pria kelahiran 18 Maret 1961 tersebut. Di sekolahnya Slamet Hariyadi mengajar ilmu-ilmu sosial seperti akuntansi, pemasaran, dan lain-lain.

Satu hal yang menggembirakan baginya sebagai seorang guru adalah banyak anak-anak didiknya yang telah sukses dan memperoleh pekerjaan yang layak. “Anak-anak Papua lulusan sekolah kami banyak yang berhasil memperoleh penghidupan yang lebih baik,” ujar ayah satu anak tersebut dengan bangga. Ia menambahkan bahwa anak-anak Papua sekarang memiliki kesempatan yang sama dengan anak-anak daerah lain untuk meraih prestasi melalui pendidikan.

Tahun 2000 dirinya diusulkan menjadi guru kontrak oleh kepala sekolah tempatnya mengajar. Kontraknya berlaku selama 5 tahun sampai 2015, dan dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Papua. Dengan berstatus sebagai guru kontrak, penghasilannya lebih baik dibandingkan saat ia masih menjadi guru honorer yayasan. Ia berharap suatu saat nanti memperoleh kesempatan memperoleh sertifikasi guru. (NW)