Jumlah Dokter Berlebih

Atasi Ketimpangan Distribusi Tenaga Kesehatan

6 April 2016

JAKARTA, KOMPAS — Produksi dokter di Indonesia setiap tahun dinilai sudah melebihi kebutuhan yang ada. Saat ini persoalan utama justru pada distribusi dokter yang tidak merata, termasuk distribusi perguruan tinggi yang memiliki program studi kedokteran.

Kini, ada 75 fakultas kedokteran (FK) di Indonesia dan 65 FK di antaranya menghasilkan dokter dengan jumlah total sekitar 8.000 orang per tahun. “Baru 65 FK yang lulusannya ikut Uji Kompetensi Mahasiswa Program Profesi Dokter. Jadi, jumlah dokter cukup,” kata Kepala Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia (PPSDM) Kesehatan Kementerian Kesehatan Usman Sumantri, Selasa (5/4), di Jakarta.

Pemerintah menargetkan rasio dokter dengan penduduk 41 dokter melayani 100.000 warga. Dengan 255,4 juta penduduk, Indonesia butuh 104.739 dokter demi memenuhi rasio itu.

Badan PPSDM Kemenkes mencatat, jumlah dokter yang punya Surat Tanda Registrasi dari Konsil Kedokteran Indonesia 109.597 orang. Rasio dokter-penduduk 42,9 orang dokter untuk melayani 100.000 orang. Menurut standar layanan Jaminan Kesehatan Nasional, satu dokter melayani maksimal 2.500 orang.

Tingkatkan rasio

Namun, Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir menilai, Indonesia kekurangan dokter. Karena itu, pembukaan delapan program studi kedokteran baru tak masalah. “Kini 1:2.500, satu dokter untuk 2.500 orang. Di luar negeri, rasionya 1:1.000,” ujarnya.

Perguruan tinggi yang mendapat izin membuka program studi kedokteran itu adalah Universitas Khairun, Ternate, Universitas Surabaya, Universitas Ciputra, Surabaya, Universitas Muhammadiyah ,Surabaya, dan Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim, Malang. Izin juga diberikan pada UIN Alauddin, Makassar, Universitas Bosowa, Makassar, dan Universitas Wahid Hasyim, Semarang.

Dari 75 FK, 20 persennya berakreditasi C. Untuk itu, pihaknya meningkatkan pembinaan dan memperketat pengawasan lulusan fakultas kedokteran.

Kepala Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi Mansyur Ramly menyatakan, mutu lulusan FK dari perguruan tinggi dengan akreditasi A, B, dan C berbeda. “Mutu lulusannya pun berbeda. Prodi terakreditasi C memenuhi standar minimal,” ujarnya.

Menurut Nasir, untuk memastikan layanan kesehatan di setiap provinsi lebih terjamin, FK perlu didirikan di semua provinsi. Namun, Sekretaris Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia, Riyani Wikaningrum menilai, jika ingin memeratakan akses warga di daerah pada FK, delapan prodi kedokteran yang baru mendapat izin justru mayoritas di Jawa.

Usman mengatakan, masalah saat ini adalah distribusi dokter tak merata. Dari 9.700 puskesmas di Indonesia, 10 persen tak punya dokter. Target rasio 41 dokter bagi 100.000 penduduk hanya terpenuhi di 11 provinsi.

Provinsi dengan rasio dokter rendah, antara lain Sulawesi Barat (9,6 per 100.000 penduduk) dan Nusa Tenggara Timur (13,7 per 100.000 jiwa). Rasio di DKI Jakarta 164,5 per 100.000 orang dan Sulawesi Utara 98 per 100.000 warga.(ADH/C11)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 6 April 2016, di halaman 14 dengan judul “Jumlah Dokter Berlebih”.

Baca juga :

Benahi Fakultas Kedokteran

Tinjau Kembali Izin Menristekdikti tentang Pembukaan Prodi Kedokteran

Kemampuan Dokter Asing

Sumber : PDDikti – Pusat Data dan Informasi Iptek Dikti, Kemristekdikti
https://www.facebook.com/pddiktiristekdikti/