Soal Dana Rp 2,3 T yang tak Jelas, Rp 300 M Diselewengkan Kampus

Jumat, 21 Januari 2011, 15:03 WIB
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Terkait temuan Badan Pemeriksa Keuangan mengenai dana liar sebesar Rp 2,3 Triliun, Kementerian Pendidikan Nasional menyatakan Rp 300 miliar dintaranya berasal dari kampus. Sebagian besar penyimpangan di kampus tersebut berasal dari pembangunan fisik yang tak sesuai jadwal.

“Dana tak jelas sebesar Rp 2,3 triliun itu pemeriksaan keseluruhan dari laporan keuangan Kementerian Pendidikan Nasional Tahun 2009, dan Rp 300 miliar diantaranya dari kampus yang langsung dikirim dari Kementerian Keuangan,” ucap Inspektur Jenderal Kemdiknas Wukir Ragil yang juga merangkap Kepala Satuan Tugas (satgas) Tindak Lanjut Temuan BPK, kepada wartawan, Jumat (21/1).

Menurut Wukir dari indikasi penyimpangan yang ditemukan BPK, lebih banyak yang berasal dari pembangunan fisik yang tak sesuai jadwal. Untuk itulah menurut Wukir, pihaknya akan memanggil perguruan tinggi terkait. Kampus-kampus tersebut adalah, Universitas Mataram, Universitas Airlangga, Universitas Brawijaya, Institut Teknologi Surabaya dan Universitas Negeri Jakarta.

“Keterlambatan pembangunan fisik itu berdasar rekomendasi tentu harus menerima denda yang harus disetor ke negara,” paparnya. Hasil dari pertemuan itu menurutnya beberapa kampus melakukan klarifikasi dan membayar denda keterlambatan. “Dari pihak Universitas Airlangga, kemarin sore sudah menyetorkan denda keterlambatan ke kas negara sejumlah Rp 11,7 M dan sore ditambah Rp 1,95 M, total denda keterlambatan yang terkumpul Rp 13,65 M dan bukti setornya sudah diserahkan KPK, jika tidak ada bukti setor takkan kami serahkan,” ungkapnya

Ia pun kemudian menjelaskan lebih lanjut bahwa temuan BPK di Unair itu sebenarnya uji fungsi alat kesehatan yang nilainya mencapai Rp 13,5 miliar. “Berdasar rekomendasi BPK itu harus di uji fungsi dan dilakukan selama satu minggu,” paparnya.

Sedangkan sisanya alias Rp 2 triliun diantaranya ialah dana tak jelas yang berasal dari dana BOS dan penyimpangan di daerah. “Kami akan mengejar terus dan mudah-mudahan Ketua Harian Satgas akan segera melaporkan hasil lainnya,” ujarnya.

Akan tetapi ketika ditanya soal pengiriman uang sebesar Rp 7,5 miliar terkait pengadaan tanah untuk sekolah di Kinabalu, ia menyatakan akan memeriksanya. “Yang jelas data yang ada di kami sebesar Rp 8,3 miliar,” pungkasnya. Padahal sebelumnya Sekretaris Direktorat Jendral Pendidikan Dasar, Bambang Indriyanto menyatakan akan segera menyelidiki dana itu.
>>>
Puluhan PTN Sudah Lapor
http://www.jpnn.com/read/2011/01/21/82545/Puluhan-PTN-Sudah-Lapor-

Jum’at, 21 Januari 2011 , 08:23:00
JAKARTA – Upaya jemput bola yang dilakukan jajaran Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas), berjalan lancar. Kemendiknas kemarin memanggil puluhan perguruan tinggi negeri (PTN) untuk meminta klarifikasi terkait temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) 2009. Dalam pemanggilan ini kemediknas terus memacu supaya PTN-PTN tersebut bergerak cepat menindaklanjuti temuan tersebut.

Setelah mengikuti rapat di Istana Negara tadi malam, Menteri Pendidikan Nasional M. Nuh menjelaskan, dirinya masih belum mempelajari secara ditail hasil pemanggilan PTN-PTN tersebut. Mantan menteri Informasi dan Komunikasi itu menjelaskan, dalam garis besar pemanggilan ini masih belum memunculkan fakta baru. “Karena memang tujuannya bukan untuk itu (menggali fakta baru, red),” terang Nuh.

Sebaliknya, dia tetap bersikukuh jika pemanggilan yang muncul dari inisiatif Inspektorat Jendral (Irjen) Kemendiknas itu, digunakan untuk menggali kelemahan dari PTN-PTN. Kemendiknas, jelas Nuh, berupaya membantu jika ada PTN-PTN yang kesulitan menyelesaikan proses tindak lanjut kepada BPK.

Menurut keterangan beberapa peserta pertemuan antara PTN dengan irjen, beberapa PTN mengeluhkan ketidaksesuaian antara nominal anggaran yang dikeluarkan BPK dengan nominal yang tercatat di PTN. Sehingga, PTN tidak dan belum berani menindaklanjuti temuan tersebut. “Beberapa PTN menjelaskan nominal BPK lebih tinggi,” ucap salah satu peserta. Beberapa perwakilan PTN khawatir akan memunculkan dugaan mark up jika anggaran yang berbeda ini dipaksakan sama dengan temuan BPK.

Persoalan lainnya adalah, PTN-PTN mengatakan upaya tindaklanjut tersebut terpengaruh dari program pembangunan yang berjalan lebih dari satu tahun (multiyears). Dalam prakteknya, pembangunan yang dijalankan tersebut menggunakan anggaran dari tahun-tahun yang berbeda.

Terkait dua dugaan hasil rapat panggilan tersebut, Nuh tidak bisa mengelak. Dia mengatakan memang terdapat perbedaan angka nominal antara temuan BPK dengan laporan dari PTN. “Biarkan satker-satker (PTN) itu berkoordinasi dulu. Kami tetap akan memback-up,” tambah mantan rektor ITS itu.

Nuh berharap, dengan proses ini kabar tidak sedap yang berhembus di kemendiknas bisa segera hilang. Seperti diberitakan sebelumnya, BPK melansir hasil auditnya pada anggaran negara 2009. Data yang diterima kemendiknas pada Agustus 2010 itu, menyebutkan di lingkungan kemendiknas terdapat aliran dana liar sebesar Rp 2,3 triliun.

Menurut catatan kemendiknas, pos terbesar dari temuan BPK tersebut adalah pendanaan di satker (satuan kerja) kemendiknas yang berbentuk PTN. Seperti di RS Pendidikan Universitas Airlangga (Unair) sebesar Rp 38 miliar dan Universitas Mataram Rp 19,5 miliar.

Irjen Kemendiknas Wukir Ragil masih menyembunyikan hasil pemanggilan PTN-PTN itu. Ditemui wartawan setelah menggelar pertemuan, Wukir mengatakan masih butuh waktu untuk meresume hasil paparan rektor-rektor PTN yang dia panggil. “Saya usahakan secepatnya untuk bisa dipublikasikan,” terang Wukir. Posisi irjen cukup strategis untuk mengawasi kinerja lingkungan kemendiknas. Wukir masih berpegang mekanisme yaitu melaporkan dulu kepada menteri.

Staf Ahli Menteri Pendidikan Nasional Bidang Informasi Media Sukemi mengatakan, hari ini (21/1) menteri akan mempelajari lebih ditail tetang hasil pemanggilan irjen kepada PTN. Sukemi menjelaskan, proses yang dibutuhkan menteri tidak akan memakan waktu lama. “Saya sudah mendapatkan informasi dari pak menteri. Besok (hari ini, red) akan kami jelaskan semuanya,” tandasnya. (wan)
>>>
Kemendiknas Janji Tuntas Dua Bulan
Soal Dana Liar Rp 2,4 Triliun
http://fajar.co.id/read-20110118013741-kemendiknas-janji-tuntas-dua-bulan

Selasa, 18 Januari 2011
JAKARTA — Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) terus bergerak cepat. Sebelum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turun memeriksa aliran dana liar temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) senilai Rp2,3 triliun, persoalan harus tuntas. Mereka memasang target menelusuri dugaan penyimpangan uang negara tersebut rampung dua bulan.

Salah satu langkah adalah rencana pemanggilan seluruh rektor perguruan tinggi negeri (PTN). Ini dilakukan karena PTN merupakan satuan kerja (satker) yang menjadi penyumbang atau pos utama timbunan dana liar. Selain dari pengadaan barang, PTN harus mempertanggungjawabkan pengerjaan proyek yang belum rampung.

Inspektur Jenderal (Irjen) Kemendiknas, Wukir Ragil mengatakan, pemanggilan ini bakal dilakukan Kamis, 20 Januari mendatang. Masing-masing rektor, jelas Wukir, wajib mempresentasikan perkembangan pembangunan. Selain itu, dalam pertemuan tersebut, inspektorat melakukan pengecekan atau klarifikasi langsung kepada PTN. Sebab, setelah laporan BPK 2009 tersebut turun, jajaran kemendiknas meminta satker-satker yang tercatat merah, langsung menyelesaikan sendiri dengan BPK.

Selama ini, memang ada kesulitan saat memeriksa temuan dana liar Rp2,3 miliar di lingkungan PTN. Sebabnya, antara lain, ketidaksesuaian anggaran yang ditemukan BPK dengan anggaran yang dijabarkan oleh satker. Kendala lainnya adalah satker-satker yang sebagian besar PTN itu tidak memberikan informasi yang utuh.

Dikonfirmasi terkait kendala-kendala tersebut, Wukir enggan mengomentari. “Beri waktu saya. Setelah pertemuan nanti akan kami terangkan secara gamblang,” kata dia. Wukir juga berpesan, PTN-PTN yang jumlahnya mencapai puluhan itu menyiapkan seluruh data-data terkait temuan BPK pada 2009.

Rencana pemanggilan pimpinan PTN tersebut juga diamini Wakil Mendiknas, Fasli Jalal. Dia menegaskan, dengan pemanggilan tersebut diharapkan persoalan bisa lebih cepat selesai. Fasli menjelaskan, memang hampir sebagaian besar temuan BPK tersebut berasal dari satker-satker. Bukan di lingkungan sekretariat kemendiknas. “Kami ingin ini cepat selesai,” katanya.

Sementara itu, Mendiknas M Nuh, Senin, 17 Januari, menjelaskan persoalan temuan BPK ini dalam raker di depan anggota Komisi X DPR RI. Mantan rektor ITS itu menyebut kronologi turunnya laporan BPK itu. Laporan itu dilansir oleh BPK pada 29 April 2010. Sementara baru sampai ke meja Nuh pada 27 Agustur 2010. Selanjutnya, dia langsung meminta Irjen Kemendiknas untuk turun melakukan pengawasan.

Nuh menjelaskan, tidak ada yang salah dengan besaran dana yang dilansir BPK tersebut. “Jumlahnya memang Rp2,3 triliun,” katanya. Namun, Nuh kembali lagi menyangkal jika temuan BPK itu berbau tindak pidana korupsi.

Setelah raker, Nuh mengatakan persoalan BPK ini tidak boleh dibiarkan berlarut. Dia memasang target dua bulan sudah menyelesaikan proses tindak lanjut temuan BPK itu. “Temuannya banyak sekali, dan itu perlu waktu,” ujar mantan menteri Informasi dan Komunikasi itu.

Tetapi, untuk beberapa kasus, Nuh mengatakan butuh waktu lama. Diantaranya adalah mulurnya pembangunan RS Pendidikan Unair. Berlarutnya pembangunan RS Pendidikan Unair ini, lantas memunculkan potensi kerugian negara sejumlah Rp38 miliar. Potensi kerugian itu muncul karena pengadaan alat kesehatan belum bisa difungsikan.

Terkait upaya KPK yang siap turun jika mendapat laporan dari BPK, Nuh tidak gentar. Kemendiknas siap bersikap kooperatif. “Turun (ke kemendiknas) itu sudah tugas mereka,” katanya.

Nuh lantas menyebutkan, dirinya sudah berupaya mencegah adanya tindak pidana korupsi di lingkunganya sedini mungkin. Yaitu dengan penandatanganan MoU tentang kurikulum antikorupsi. Upaya ini, jelas dia, merupakan cara yang lebih mendasar untuk bisa menekan upaya tindak pidana korupsi.

Diantara implementasi kurikulum antikorupsi tersebut adalah di pendistribusian dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Nuh menyebut, BPK dalam hasil auditnya menyatakan tidak ada temuan janggal dalam pendistribusian dana BOS. “Saya harap bisa menular ke aspek lainnya,” jelasnya.

Di bagian lain, Koordinator Bidang Hukum Indonesia Corruption Watch (ICW) Febri Diansyah berharap penandatangan MoU tersebut, tidak membuat KPK loyo. Pihak ICW siap memeriksa temuan BPK 2009 itu pekan depan. Jika pihak ICW menemukan indikasi korupsi, mereka akan langsung melaporkan ke KPK. Dengan langkah ini, diharapkan KPK mau tidak mau harus turun memeriksa dana liar sebesar Rp2,3 triliun itu. (jpnn)