Kemelut Beasiswa BPPLN Dikti, Persoalan dan Upaya Mengatasinya
Salah satu topik perbincangan yang hangat belakangan ini adalah masalah keterlambatan pencairan beasiswa luar negeri Ditjen Dikti, dan berbagai kesulitan hidup yang melandai dosen kita akibat keterlambatan ini.
Di bawah ini adalah beberapa tuntutan para Karyasiswa dan saya coba menanggapi menurut pemahaman saya (dalam tanda kurung)
1 ) Keterlambatan Pencairan Beasiswa menyebabkan mereka kena Cancellation of Enrollment dan terpaksa menjalankan cuti satu semester, yang sama dengan memperpanjang masa tugas belajar yang kelak belum tentu didanai, terancam atau sudah tak ada tempat tinggal karena gagal bayar uang sewa dsb. (Sebenarnya hambatan terbesar karena Dana Beasiswa merupakan komponen DIPA yang setiap pencairan harus menanti approval darri KPPN Kemenkeu, kalo lancar proses dari Penerbitan SPP oleh Bagian Keuangan Diktendik Dikti dilanjut dengan Penerbitan SPM oleh Biro Keuangan Kemdikbud sampai SP2D dari KPPN butuh waktu 1-2 bulan, silakan baca rumitnya juknis Pelaksanaan Pembayaran atas Beban DIPA Kemdikbud di SINI)
2 ) Karyasiswa merasa kurang dapat tanggapan dari Forum Beasiswa Dikti http:// studi.dikti.go.id (bisa jadi para admin juga kewalahan mau gimana jawab kepastian pencairan beasiswa yang sangat tergantung pada SP2D dari KPPN).
3 ) Informasi Dikti dianggap sangat kurang (kalo ini saya pribadi anggap edaran Diktendik sudah cukup banyak beri informasi malah kadang sampai berulang dalam waktu dekat, fakta sebagian dosen tidak tertarik mengikuti perkembangan informasi Pendidikan Tinggi).
4 ) Setiap pencairan diminta teken kwitansi kosong (sebenarnya ini adalah salah satu persyaratan berkas pendukung yang tak boleh salah isi, tidak diisi karena jumlah mata uang asing yang harus konvers ke rupiah belum tahu berapa nilainya dan jumlah keseluruhan tak boleh melebihi pagu DIPA, salah isi nanti ditolak semuanya bakal menambah panjang masa penantian pencairan)
5 ) Kenapa Beasiswa Dikti tak bisa sama seperti LPDP ? (sumbernya berbeda bila Beasiswa Dikti merupakan komponen dari DIPA Dikti yang pencairannya butuh persetujuan KPPN yang merupakan unit kerja Kemenkeu, sedangkan Beasiswa LPDP bersumber dari bunga dana abadi yang pengelolaan langsung oleh Kemenkeu)
6 ) Kenapa belakangan tak ada PTN/Kopertis/Yayasan yang bersedia beri talangan? (ini sudah pernah diimbau Direktur Diktendik melalui edaran agar kampus asal memberi dana talangan ke pada karyasiswa bisa baca di SINI, begitu juga di tahun 2012 pernah tawarkan solusi melalui kartu kredit tanpa bunga selama 3 bulan melalui edaran INI sepertinya tawaran ini kurang peminat. Belakangan kampus asal tidak bersedia beri talangan karena pencairan beasiswa dari KPPN sejak tahun 2012 langsung ke akun Karyasiswa tak melalui PTN/Kopertis lagi, jadi pemberian talangan dianggap tak ada pijakan hukum. Kalo kembali dikelola PTN/Kopertis kejadian buruk sebelum tahun 2012 akan terulang mengingat tak semua PTN/Kopertis bisa jaga amanah).
Sebelum tahun 2012 Diktendik pernah mengatasi keterlambatan dengan himbauan kepada PTN/Kopertis asal memberi dana talangan, setelah tahun 2012 PTN/Kopertis menolak memberi dana talangan karena beasiswa sudah tak singgah di akun PTN/Kopertis. Diktendik coba menawarkan solusi melalui kartu kredit, sayang solusi ini kurang mendapat sambutan walau pemberian pinjaman 3 bulan tanpa bunga, namun keterlambatan kadang bisa di atas 3 bulan sehingga berpotensi munculkan bunga dan juga beda kurs yang sangat merugikan karyasiswa.
Beasiswa merupakan komponen DIPA yang butuh waktu panjang proses pencairannya, kalo kalkulasi waktu untuk mempersiapkan Surat Perintah Pembayaran (SPP) oleh bagian keuangan Diktendik butuh waktu satu minggu (dengan catatan semua berkas karyasiswa sudah lengkap), kemudian Biro Keuangan Sekjen Kemdikbud membutuhkan waktu satu minggu untuk terbit Surat Perintah Membayar (SPM), terakhir di KPPN membutuhkan waktu minimal satu bulan untuk terbit Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D).
Agar semuanya lancar, alangkah baiknya Para karyasiswa senantiasa memperhatikan kelengkapan berkasnya seperti misalnya akun bank, SP Setneg, Nomor Induk Dosen Nasional (NIDN), progress report, invoice resmi dari perguruan tinggi tujuan, kwitansi kosong yang harus diteken dll disampaikan sesuai yang diminta pihak Diktendik. Mengingat salah satu yang harus dilampirkan adalah invoice resmi universitas tujuan yang sebagian baru ada di sekitar Juli atau Agustus, yang tentunya pengajuan pencairan (SPP) tak bisa dilakukan jauh sebelum bulan Juni, kekurangan satu macam persyaratan dari salah satu mahasiswa bisa menyebabkan keterlambatan pencairan. Untuk itu kita perlu intropeksi masing-masing, pada saat kita salahkan Diktendik Dikti lamban proses pencairan dana, apakah semua karyasiswa sudah melaksanakan kewajiban mereka dengan penyampaian semua berkas yang diminta ? Ingat kalo semua data sudah lengkap sampai di Dikti, mereka butuh waktu SPP (1 minggu) + SPM (1 minggu) + KPPN (1 bulan) baru beasiswa bisa menuju akun para beasiswa.
Harapan kami pihak Dikti dan Kemenkeu bisa menemukan solusi yang lebih tepat untuk membantu kesulitan karyasiswa kita, mis mempersingkat waktu proses SP2D di KPPN. Untuk dana talangan selain tidak ada produk hukum yang membenarkan penalangan beasiswa (edaran Diktendik yang berisi himbauan pemberian talangan hanya berlaku untuk tahun anggaran 2011), sepertinya Kopertis dan PTN non mandiri juga tak ada kekuatan/kelebihan dana untuk beri talangan mengingat jumlah dana talangan yang dibutuhkan karyasiswa di luar negeri bukan jumlah yang sedikit.
Berikut adalah isu, pengaduan dan tanggapan Mendikbud, Dirjen Dikti dan Direktur Diktendik yang saya himpun selama beberapa hari ini:
Siaran Pers 12/9/2014: Kemdikbud Akan Bentuk Unit Khusus Pengelolaan Beasiswa
Twit dari Pak Nuh Mendikbud
Dialog Sengkarut Beasiswa Dikti di Beritasatu TV
Tanggapan dari Direktur Diktendik atas Kendala akibat Keterlambatan Pencairan Dana BPPLN:
TANGGAPAN DIREKTUR DIKTENDIK TERHADAP BERITA MENGENAI BEASISWA LUAR NEGERI DITJEN DIKTI bisa unduh di SINI
Pernyataan Sikap Perhimpunan Karyasiswa DIKTI Luar Negeri (PKDLN):
1. Kronologi keterlambatan pencairan Beasiswa Luar Negeri Dikti
2. Pernyataan Sikap PKDLN Terkait Keterlambatan Pencairan BPP-LN
Berita Media:
Liputan Detik News:
Tanggapi Dirjen Dikti, Ini Versi Mahasiswa Beasiswa Dikti di Luar Negeri
Dirjen DIKTI Bantah Mahasiswa Penerima Beasiswa di Luar Negeri Terlantar
JPNN: Kemendikbud Tuding Balik Mahasiswa
Liputan Media Kompass tanggal 09 September 2014
a ) Dikti Membenarkan Ada Kendala di Program Beasiswa Luar Negeri
b ) Dikti Janjikan Dana Pendidikan Cair Selambatnya September
Jakara Post tanggal 10 September 2014, Stipend delays imperil overseas students
Empat Pengaduan yang beredar di media sosial beberapa hari ini dan jadi perbincangan hangat dari berbagai kalangan
1. Tanggal 10 September 2013 oleh Taufik Faturohman, ITB
Lapor: Kelanjutan studi BPPLN
https://lapor.ukp.go.id/pengaduan/1078584/kelanjutan-studi-beasiswa-dikti.html
Edaran Diktendik dan Lampiran terkait Pengaduan yaitu Edaran Direktur Diktendik no. 2136/E4.E/2012 tanggal 10 Juli 2012
https://lapor.ukp.go.id/home/download/lampiran/2135
Lampiran
https://lapor.ukp.go.id/home/download/lampiran/2134
Sudah ditanggapi Direktur Diktendik dengan edaran no.160/E4.4/2014 tanggal 27 Januari 2014
https://lapor.ukp.go.id/home/download/ClaimLampiran/1988
Note: Tulisan Taufik Faturohman mulai diedarkan lagi beberapa hari ini, tidak tahu apa belum tuntas atau dimanfaatkan oleh pihak tertentu yang ada motif lain.
2. Tanggal 06 September 2014 | 03:40 oleh Zulfikar Akbar di Kompasiana
Skandal DIKTI: Ironi Kuliah di Luar Negeri
http://luar-negeri.kompasiana.com/2014/09/06/skandal-dikti-ironi-kuliah-di-luar-negeri-685905.html
3. Tanggal 20 August 2014 10:35:57 oleh Herri Trilaksana
Lapor: Kritik dan Saran kepada Dikti: keterlambatan pengurusan dokumen dan pencairan beasiswa
https://lapor.ukp.go.id/pengaduan/1253658/kritik-dan-saran-kepada-dikti-dan-bpkln-di-lingkungan-kemendikbud-terkait-karya-siswa-di-luar-negeri.html
4.Tanggal 19 August 2014 17:07:52 oleh Anonim
Lapor: Penerima Beasiswa Dikti Terkatung-katung Karena Beasiswa Tidak Kunjung Cair
https://lapor.ukp.go.id/pengaduan/1253448/pendidikan/penerima-beasiswa-dikti-terkatung-katung-karena-beasiswa-tidak-kunjung-cair.html
5. Tulisan Pak Abah Hamid ini layak direnungkan : Keterlambatan Beasiswa Dikti
Mari kita lihat apa saja yang sudah dilakukan Diktendik:
Panduan Beasiswa BPPLN Tahun 2014
http://www.kopertis12.or.id/wp-content/uploads/2014/02/Panduan-BPPLN-2014-FINAL-20140130-2115.pdf
Edaran Direktur Diktendik no. 518/E.E4/2014 tentang Pengumuman Perpanjangan BPPLN Tahun 2014 Tahap 1
http://img.dikti.go.id/wp-content/uploads/2014/03/518.-Pengumuman-Perpanjangan-full.pdf
Panduan Beaasiswa BPPLN Tahun 2013
http://studi.dikti.go.id/studi/upload/2013/PEDOMAN_BLN_DIKTI-2013.pdf
Edaran Direktur Diktendik no. 1687/E4.4/2013 tanggal 8 Oktober 2013 tentang Efektivitas Pembayaran Beasiswa BPPLN Dikti
http://www.dikti.go.id/wp-content/uploads/2013/10/surat-edaran-efektivitas-pembayaran-beasiswa-LN-Ditjen-Dikti_8-Okt-2013.pdf
Mekanisme Pencairan Beasiswa BPPLN Dikti Tahun 2012 (di sini jelas nampak proses pencairan dana berlangsung dari Penerbitan SPP oleh Biro Keuangan Dikti sampai approval dari KPPN)
http://studi.dikti.go.id/study/unduh-Sistem%20BEASISWA%20LN%206%20Des%202011.ppt
Mekanisme Pencairan Beasiswa BPPLN Dikti, Persoalan dan Upaya Menyelesaikannya
http://studi.dikti.go.id/study/files/MEKANISME%20PENCAIRAN%20BEASISWA%20LUAR%20NEGERI.pdf
Edaran Direktur Diktendik no.49/E4.4/2012 9 Januari 2012 tentang Solusi penyaluran beasiswa luar negeri di awal tahun 2012
http://www.kopertis12.or.id/2012/01/10/solusi-penyaluran-beasiswa-luar-negeri-di-awal-tahun-2012.html
Edarn Direktur Diktendik no. 1483/E4.4/2011 tanggal 16 Juni 2011 tentang Permohonan Dana Talangan Program Beasiswa S2/S3 Luar Negeri dan Program Sandwich-like Tahun 2011
http://www.kopertis12.or.id/2011/06/16/permohonan-dana-talangan-program-beasiswa-s2s3-luar-negeri-dan-program-sandwich-like-tahun-2011.html
Juknis Pengelolaan Beasiswa Dikti Tahun 2008
http://www.unand.ac.id/id/media/download/doc/229/raw
Bagi yang tak paham pencarian dana yang menjadi komponen DIPA Kemdikbud silakan baca:
Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pembayaran atas Beban DIPA di Lingkungan Kemdikbud
Ada yang mengeluh Proses Perpanjangan BPPLN tanpa informasi namun saya temukan sudah ada pemberitahuan melalui 2 edaran Diktendik di Tanggal 15 Juli 2014
1. Edaran Direktur Diktendik no. 1120/E4.4/2013 Perihal Pengajuan Perpanjangan Masa Studi bagi Penerima BPPLN dan BPPDN Program S3 Dikti
http://www.dikti.go.id/wp-content/uploads/2013/07/Beasiswa-Pendidikan-Pascasarjana-Ditjen-Dikti.pdf
2. Edaran Direktur Diktendik no. 1119/E4.4/2013 Perihal Perpanjangan Studi BPPDN Program S3 Dikti
http://www.dikti.go.id/wp-content/uploads/2013/07/Perpanjangan-studi-Program-Doktor.pdf
3. Pengumuman Perpanjangan BPP-LN Jenjang S3 Dikti Tahun 2014 Tahap I
http://www.kopertis12.or.id/2014/03/28/pengumuman-perpanjangan-bpp-ln-jenjang-s3-dikti-tahun-2014-tahap-i.html
Di pengumuman ini ada penjelasan:
Perlu kami sampaikan sesuai dengan Permendiknas nomor 48 tahun 2009 dan nomor 17 tahun 2011, ditetapkan bahwa pemberian tugas belajar dan beasiswa tidak dapat diperpanjang untuk tahun ke-5 sehingga perpanjangan BPP-LN tahun anggaran 2014 hanya berlaku untuk karyasiswa angkatan 2010 dan 2011, dan bantuan penyelesaian studi untuk angkatan 2008-2009 dihentikan.
Begitu juga di Pedoman BPPLN Tahun 2014 juga ada jelaskan:
Memanggil pulang karyasiswa yang tidak dapat menyelesaikan studinya selama-lamanya 5 (lima) tahun untuk program pendidikan S3 dan selama-lamanya 3 (tiga) tahun untuk program pendidikan S2
Pada saat banyak suara yang menyalahi Dikti ada juga yang menyinggung Arogan KPPN
http://birokrasi.kompasiana.com/2011/05/24/suatu-ketika-di-kppn-366957.html
Selain komentar atau pengaduan yang menyalahi Dikti, terdapat komentar-komentar yang positif, diantaranya:
Azis Kromoinangun:
Beasiswa dikti itu bukanlah sia-sia tapi adalah upaya konkret pemerintahan Pak SBY memajukan pendidikan dengan menyekolahkan para dosen ke LN tanpa membedakan PTN atau PTS. Semua berhak. Adapun masih ada masalah administratif memang terjadi. Tapi artikel itu overwhelming. Terkesan semua bermasalah. Yang beres dan tidak bermasalah sebenarnya jaaauhh lebih besar > 75 %. Sebelum tahun 2012 pengelolaan diserahkan kepada universitas asal para dosen. Di awal-awal justeru lebih buruk. Hanya univ besar saja yang mampu diberi amanah. Bagi saya beasiswa DIKTI dari pemerintah SBY itu terobosan luar biasa. Monggo dilihat secara objektif dulu apa sebenarnya dan bagaimana sebenarnya.
Nasruddin Abdul Muid
Kondisi karyasiswa tidak semua sama. Ada yg “mengaku” terlantar, ada yg “benar-benar” terlantar, namun ada pula yg bisa menabung, bahkan bisa beli mobil utk menunjang aktivitas kuliah di LN, juga banyak yg sampai bisa naik haji saat masih kuliah di LN. Itu karena tiap karyasiswa punya kemampuan yg berbeda-beda dalam mengatur uang beasiswanya. Jadi, jika ada yg mengaku terlantar, mungkin itu ada benarnya, tapi itu hanya untuk sebagian karyasiswa. Dan keterlambatan pencairan beasiswa tidak bisa dipandang sebagai satu-satunya faktor terjadinya hal itu. Ada banyak faktor, termasuk faktor gaya hidup dan ketahanan mental karyasiswa yg bersangkutan.
Seharusnya, karyasiswa juga bersedia memandang bahwa “situasi kritis dan penuh keterbatasan” itu sebagai bagian dari proses pendidikan hidup dalam arti luas. Pendidikan bukan hanya terjadi di dalam kampus melalui proses akademis mengasah otak, tapi juga terjadi di luar kampus melalui proses non akademis seperti mengontrol perut dan hasrat-hasrat lainnya.
Agoes Rahyuda
baru ingin nimbrung.. saya ingat waktu ikut seleksi beasiswa DIKTI di 2009 ditanya oleh penyeleksi (kurang lebih begini, pewawancara adalah Doktor dari ITB tapi saya lupa namanya): “Pak, this is a single scholarship with a duration of 3 years. Are you sure you want to do this? and as you know this dikti scholarship has just begun so there might be problems in providing you funding when you are there” saking ngebetnya saya ingin ke luar negeri saya jawab sekenanya: “yes, I am 100% ready” dan loloslah saya.. ternyata terjadilah hal yang saya tidak inginkan, tamat 4 tahun, beasiswa SELALU terlambat 3 bulan dari janji, dan tak dapat perpanjangan semester terakhir.. ya tapi mau gimana lagi, itu adalah buah jawaban saya yang sekenanya saja.. mau ngeluh salah, wong saya udah nyanggupin.. Tapi saya cocok dengan pak Hanafiannoy Hanafi, ber-empatilah sedikit dengan yang sedang susah.. apalagi jika belum tau kondisi asli tp ada yang sudah bisa mencap orang yang mengeluh tsb dengan bahasa “kebiasa manja”.. matur suksma..
Bintoro S. Nugroho
Sepertinya skema BPPLN sekarang relatif lebih baik, saya dengar bahkan memberikan tunjangan keluarga. Semoga ke depanya jauh lebih baik lagi. Tapi seandainya bisa, ada baiknya rekan2 dosen mencoba terlebih dahulu beasiswa dari univ atau negara luar karena segala hal lebih pasti dan besaranya agak lebih lumayan (bergantung negara mana tapi secara umum beasiswa dari luar biasanya lebih besar daripada beasiswa dikti). Saya ikut mendoakan semoga rekan2 yang sedang menemui kendala dengan beasiswa dikti permasalahanya bisa teratasi dan lebih diringankan. Aamiin.
…***…
Semoga ada solusi yang bisa membantu karyasiswa kita sehingga mereka bisa berkonsentrasi menuntut ilmu di negeri orang dan pulang ontime share ilmu yang mereka peroleh untuk Indonesia tercinta. Mohon bantuan hindari mereka dari rasa malu karena ketiadaan dana … Ingat kami masih SETIA menanti: BANGKITNYA GENERASI EMAS INDONESIA
Menginat segala keterbatasan dan kekurangan saya, bila terdapat kekeliruan atau kesalahan di tulisan saya ini, mohon dimaafkan.
Salam sayang selalu, Fitri.
Medan, 08 September 2014 22:20 wib
Note: Silakan baca komentar- komentar lanjutan Karyasiswa BPPLN yang ada di bawah ini, mereka telah berbagi pengalaman yang mereka alami lengkap saran dan masukan bernilai untuk mencari solusi yang lebih baik.
Ganjar Widhiyoga says
Bunda Holy Chaniago yang saya hormati, izinkan saya, sebagai karyasiswa, menyampaikan ganjalan hati. Terkait masalah pencairan, sebenarnya saya tidak masalah pencairan dilaksanakan di bulan apa saja asalkan:
(1) ada kepastian. Misal, proses pencairan dilaksanakan bulan Juli, maka report masuk bulan Juni, dana cair September.
(2) ada surat dari Dikti ke universitas tempat studi terkait poin (1)
(3) poin tersebut diupayakan ditepati. Jika meleset, maka Dikti mengirimkan surat kembali ke universitas.
Sebagian masalah muncul karena universitas tidak mendapatkan komunikasi dari Dikti, sehingga menganggap kami sebagai mahasiswa dengan biaya sendiri. Jika tidak membayar SPP tepat waktu, maka status mahasiswa kami dicabut, visa dicabut dan kami dideportasi.
Bayang-bayang akan dideportasi ini menjadi momok yang menggelisahkan bagi saya dan rekan-rekan lainnya. Saat universitas mengejar kami “kapan bayar?”, kami mencoba mencari klarifikasi ke Dikti, namun tidak mendapatkan jawaban. Akhirnya, kami pun semakin bingung dan emosi.
Untuk data-data pribadi seperti nomor rekening, kami sudah upload di website yang disediakan Dikti, sehingga harusnya data tersebut sudah tersedia. Jika Bunda berkenan memberikan usulan solusi aplikatif terhadap masalah yang saya sampaikan ini, saya sangat berterima kasih. Salam hormat.
Abah Hamid says
Bunda Fitri yang baik, kemarin ada kabar ada salah satu penerima beasiswa Dikti yang tidak bisa membeli perlengkapan bayi walaupun sudah mendekati satnya istrinya melahirkan. Beberapa kawan di Australia juga sudah akan dideportasi karena visa bisa dicancel jika enrollment juga dicancel. Ada banyak persoalan kemanusiaan karena keterlambatan. Keterlambatan ini juga mencemarkan nama baik bangsa Indonesia dan dunia pendidikan tinggi di mata kampus-kampus di seluruh dunia.
Tahukah Bunda Fitri kalau pangkal keterlambatan tahun ini karena prosedur baru pengiriman progress report dimana pembimbing dikirimi link progress report oleh dikti, mengisi dan kemudian mensubmit balik ke dikti. Tahukah Ibu kalau sampai hari ini ada banyak pembimbing yang belum dikirimi email oleh dikti? Bahkan email yang muncul ke pembimbing adalah email hacker yang memiliki akses ke semua pembimbing karyasiswa dikti. Betapa rapuhnya sistem dikti ini. Banyak kekacauan yang tidak perlu yang menimbulkan masalah tidak sederhana. Jika Dikti tidak sanggup, alihkan saja ke LPDP. terima kasih.
Rudy Nugroho says
Sebagai tambahan sharing pengalaman; saat mengajukan penangguhan pembayaran spp (karena keseringan) petugas di universitas trmpat studi lngsng tahu “dari dikti ya” . Apakah dimungkinkan pembayaran spp dgn jumlah tertagih lngsng dr uni ke dikti ? jd karyasiswa tdk dipusingkan lg dgn keterlambatan biaya spp. waktu itu yg paling membuat sya benar-benar malu ketika menghadap salah satu petugas international office dan berkata “bagaimana bisa negaramu mengirim student sementara biaya hidup telat? ini pelanggaran human right” . Lalu mereka juga dibingungkan waktu itu dengan pengumuman yg keluar terkait BPPLN, sering banyak kesalahan,co, ada.dua nama persis, satu diterima satu belum disetujui, ada nama tidak match dgn uni asal.kebetulan sy jadi translator pengumuman bagi uni sy saat itu..aaiih malunya saya.
semoga ke depanya lebih baik lagi pengelolaan beasiswa ini.salam
Holy Chaniago says
Terima kasih dinda Ganjar Widhiyoga , Abah Hamid dan Rudy Nugroho yang telah berbagi masukan. Sepedapat dengan dik Ganjar, kelancaran komunikasi perlu diimprove dan dipelihara, baik antata Dikti dengan Universitas tujuan maupun antara Dikti dengan Karyasiswa. Apa yang dik Ganjar utarakan merupakan suara mayoritas Karyasiswa kita, dosen yang tugas belajar rata-rata sudah bisa adaptasi lingkungan tempat studi dan sanggup pergunakan setiap waktu luang mencari tambahan income untuk mengatasi kesulitan keuangan (walau cukup miris karena konsentrasi kadang bukan lagi ke penelitian dan menulis, melainkan bagaimana cara menghimpun uang). Sehebat-hebatnya seorang Karyasiswa manfaatkan semua waku luang untuk kerja part time paling bisa terkumpul misalnya di Ausie Aud 1.500 – 2.000 per bulan dan itu hanya cukup untuk mencukupi kebutuhan living cost karyasiswa (anggap saja tidak bawa keluarga ikut serta) yang tentunya tidak ada kemampuan bayar SPP, sementara keluarga dan sahabat di sini juga memiliki keterbatasan tak mungkin dan tak akan sanggup talangkan SPP yang misalnya di ausie mencapai Rp 175 – 200 juta per semester. Miris Universitas tujuan umumnya tak mau terima alasan keterlambatan kecuali ada surat pemberitahuan resmi dari Dikti yang memberikan kisaran jadwal. Tidak bayar SPP akan mengakibatkan pembatasan status mahasiswa yang dilanjuti dengan pembatalan visa student yang ujung-ujungnya adalah deportasi, inilah yang menghantui para karyasiswa kita saat ini. Deportasi sama dengan melenyapkan perjuangan selama ini, pulang tanpa membawa hasil.
Saran dik Ganjar sangat bagus dan dengan santun paparkan kondisi jiwa Karyasiswa dari bingung menjurus emosi karena tidak peroleh tanggapan dari Dikti belakangan. Walaupun keterlambatan tidak semua diakibatkan oleh keburukan kinerja Dikti, namun paling tidak lakukanlah sesuatu yang bisa ringankan beban mental mereka dengan bagusi komunikasi, dengar suara mereka dan beri arahan yang sejuk bisa melalui admin BPPLN di kampus asal atau para admin di portal Beasiswa Terpadu, Pemberitahuan keterlambatan juga harus diinfo ke univeristas tujuan, jangan biarkan saudara kita tenggelam di alam kecemasan yang akhirnya pasrah dideportasi. Selalu ingat mereka ini adalah GENERASI EMAS INDONESIA yang terseleksi mewakili kita melaksanakan TUGAS belajar.
Yang disinggung dinda Abah Hamid juga merupakan keluhan yang membangun, paling tidak buat kita paham kelemahan sistem di lapangan seperti contohnya kelemahan progress report yang dilaksanakan secara online. Kalo penyampaian Progress Report merupakan persyaratan pencairan beasiswa atau perpanjangan masa studi, apakah sistem tak bisa diimprove misalnya menetapkan suatu kurun waktu pengisian online misalnya umumkan setiap bulan Januari dan Juni atau Feb dan Juli adalah bulan pengisian, dan ada menu pengisian yang bisa langsung diisi oleh para pembimbing di portal Beasiswa Terpadu Dikti atau portal yang ditunjuk, dengan demikian resiko link progress report tak terkirim ke pembimbing bisa diminimalisir. Dinda Abah Hamid yang baik, saya bisa memahami kekecewaan dan kerisauan yang melanda para Karyasiswa yang sedang menuntut ilmu di luar negeri pada kondisi tak nyaman seperti saat ini, namun kita jangan sampai lupa kita ini adalah pendidik yang memegang teguh kesantunan, Allah SWT maha pengasih sayang pada umatnya yang penyabar, Allah tidak mungkin berikan cobaan yang tak sanggup kita pikul, kiranya kita bisa terus beri saran dan kritik yang sejuk ke pejabat Dikti yang berwenang. BPPLN dengan LPDP dikelola oleh kementerian yang berbeda, LPDP dibina langsung oleh Kementerian Keuangan yang merupakan Bendehara Negara tentu tidak mengalami banyak hambatan di segi pencairan, kita juga perlu hargai setiap usaha yang sudah dilakukan Diktendik Dikti, please jangan berhenti beri saran dan masukan, InsyaAllah mereka dengar, paling tidak mereka ada di Pojok kecil ini. Colek dinda Fitra Jaya Fitra Jaya, Pak Sugeng Winarno, dinda Dedi Triyanto, dinda Franova Herdiyanto mohon bantuan arahkan Pejabat kita di Diktendik baca dan cermati suara adik-adik kita.
Dinda Rudy Nugroho, sebagaimana penjelasan panjang lebar di atas, beasiswa pemerintah termasuk komponen DIPA yang pencairannya butuh approval dari Kemenkeu melalui KPPN Jakarta melalui penerbitan SP2D, tentang pencairan DIPA prosedurnya sudah dipagari dengan UU dan PP yang bisa baca di http://www.kopertis12.or.id/2012/12/23/daftar-isian-pelaksanaan-anggaran-dipa.html jadi dana DIPA bukan dana ready yang tersimpan di kas Dikti. Kalopun Universitas asal take over juga sama prosedurnya harus ajukan pencairan dari DIPA PTN/Kopertis yang membutuhkan waktu yang sama dan kelemahannya tidak ada pengawasan dari Dikti.
Terima kasih adik-adik semuanya yss, selamat berakrivitas dan tetap semangat, badai pasti berlalu !
Peluk sayang dari jauh, Fitri.
Hanafiannoy Hanafi says
Ibu Holy Chaniago, terimakasih atas informasinya. Semua informasi yang Ibu berikan itu telah lama saya baca dan saya pahami. Namun apa yang terjadi dengan usulan perpanjangan saya di tahun 2014 (saya angkatan 2010) ini agak membingungkan. Pada akhir semester 2 tahun 2013, saya mengajukan perpanjangan untuk 12 bulan berdasarkan rekomendasi kedua pembimbing dan endorsement Rektor Universitas Andalas. Surat rekomendasi rektor pun disertai surat tugas baru yang menguatkan rekomendasi saya untuk mendapatkan beasiswa 12 bulan yang juga sesuai acuan surat edaran Diktendik no 1120/E4.4/2013 tersebut. Anehnya, beasiswa saya tetap dikabulkan hanya 6 bulan di tahun 2013.
Nah di awal tahun 2014, setelah saya bertanya pengelola beasiswa di univ saya pun bingung kenapa bisa hanya 6 bulan namun akhirnya saya putuskan untuk mengajukan lagi perpanjangan 6 bulan terakhir. Ketika saya email staf Dikti (Ibu Citra) di pertengahan Januari 2014 menanyakan kapan waktu memasukkan bahan, beliau menjawab bahwa belum ada slot perpanjangan. Setelah saya tunggu, eh ternyata sudah muncul saja pengumuman perpanjangan tahap satu di akhir Maret 2014. Akhirnya saya masukkan lagi bahan di bulan April lewat pengelola univ asal, Namun di pengumuman tahap 2 tidak ada nama saya dan setelah pengelola univ asal mengkonfirmasi bahwa berkas hardcopy sudah mereka kirim lewat pos, saya pun menunggu.
Ternyata nama saya keluar di pengumuman tahap 3 tapi dengan status usulan ditolak atas alasan Selesai studi bulan Juli 2014. Padahal jelas2 dalam rekomendasi pembimbing disebutkan rencana penyelesaian dimana saya diharapkan submit disertasi sesuai jadwal studi 4 tahun, yaitu diakhir Desember 2014. Setelah saya email Ibu Citra untuk mengklarifikasi , beliau bilang akan konsultasi kepada pimpinan beliau. Itulah email terakhir yang saya dapatkan dari beliau karena email saya menanyakan hasil konsultasi tersebut tidak dibalas.
Akhirnya pada bulan Agustus, agar saya tidak kehilangan waktu dan tahun anggaran, saya pun mengajukan kembali usulan perpanjangan dilengkapi dengan evidence of enrollment terbaru serta invoice tuition fee (AUD$ 14.149 = 150 jt-an) yang jatuh tempo pada bulan tanggal 15 Agustus. Dan saya forward email pengelola beasiswa LN Dikti dari univ asal (yang menyatakan bahwa berkas saya sudah mereka kirimkan lewat pos) kepada staf Dikti (Ibu Citra dan Pak Ridwan). Pada Forward email itu pun saya lampirkan softcopy secara lengkap semua berkas yang dikirimkan hardcopy nya oleh univ asal saya. Namun ternyata nama saya tidak juga muncul pada pengumuman tahap 4.
Terus terang Ibu Fitri, semangat saya yang sedang menggebu2 untuk menyelesaikan disertasi langsung hilang karena harus memikirkan bagaimana membayar hutang kepada teman2 yang bersedia meminjamkan dana menalangi tuition fee saya. Sementara itu, saya juga mesti memikirkan biaya hidup. Padahal saya sudah berencana untuk submit lebih awal sehingga bisa berkonsentrasi merevisi draft tulisan untuk Journal of Pragmatics yang sudah direview oleh editornya. Dengan demikian, mudah2an sebelum saya selesai, saya sudah bisa menembus jurnal internasional bergengsi di bidang Linguistics tersebut. Namun ketidakpastian pembiayaan ini sungguh melelahkan saya dan mengganggu konsentrasi menulis. Semenjak pengumuman tahap 4 keluar, saya tidak bisa konsentrasi lagi menulis disertasi karena harus memikirkan strategi membayar hutang, membiayai hidup, dan mengurus agar usulan saya bisa diterima, itupun jika ada karena ini saja sudah mulai mendekati akhir masa anggaran 2014. Yang terbayang di mata saya adalah, jika tidak ada lagi pengumuman tahap 5 atau jika usulan saya ditolak, kira2 bagaiman saya harus membayar hutang talangan tuition fee 150 juta-an dari teman2 itu? Sementara utk pergi studi ini saya saya sudah menggadaikan SK yang dicicil sampai 10 tahun.
Jika sudah begini, apa bukan ditelantarkan namanya? Apakah saya harus mati dahulu baru disebut terlantar?
Mohon maaf Ibu, saya jadi curhat kemana2, tapi informasi yang ibu berikan itu tidak sesuai semuanya dengan penerapannya di lapangan. Kasus saya bisa menjadi buktinya.
Abah Hamid says
Salam hangat Bunda Fitri (he he, itu panggilan sayang saya), ya semoga di segala kekisruhan ini ada perbaikan yang permanen dalam penyelenggaraan beasiswa luar negeri dikti. Terus terang saya dari kemarin kalut mendengar ada kawan penerima beasiswa di UK yang istrinya hendak melahirkan namun tak ada biaya membeli perlengakapan bayi. Ngenes rasanya. Belum lagi beberapa sahabat yang terancam dideportasi karena belum membayar tuition fee dan sudah minta perpanjangan berkali-kali.
Holy Chaniago says
Ya dinda Abah Hamid sedih membaca perjuangan dinda Hanafiannoy Hanafi dan beberapa kisah nyata yang dinda copy dan share dari Forum Beasiswa Berpadu yang kami (termasuk Dirjen Dikti) tak bisa login membacanya, terima kasih. Semoga pejabat Diktendik Diktik yang sering mampir di pojok ini membaca semua tulisan adik-adik yang berisi masukan dan pengalaman ataupun cobaan hidup yang sedang menlandai mereka akibat keterlambatan pencairan beasiswa dan sudi berikan solusi yang terbaik. Saya juga akan forward diskusi di thread ini ke Pak Supriadi Rustad semoga beliau meluangkan waktu membacanya. Saya yakin bila dibaca beliau, akan ada respon yang baik. Pak Supriadi adalah sosok pejabat yang walau dikit bicara namun masih memiliki empati seperti kita. Fitri.
Wihdat Djafar says
Program beasiswa DIKTI bakal berlanjut terus, ada baiknya pihak pengelola belajar dari pengelola beasiswa lain yang sudah berpengalaman misalnya ADS. Yang banyak dikeluhkan disini masalah keterlambatan pembayaran tuition fee. Pihak DIKTI bisa langsung berhubungan dengan Universitas di LN u/ proses administrasi seperti invoice yg dibutuhkan dan tentunya bisa saling koordinasi diawal term. Jadi student tidak perlu terlibat u/ pembayaran TF paling tidak menyingkat proses dari Dikti>>student>>supervisor>>student>>Dikti>>student>>finance-uni , menjadi Dikti>>finance-uni.
Saya yakin semua uni di LN memiliki sistim data base yg bagus sehingga status student seperti kapan dia mulai study, kemajuan studynya, apakah masih aktif sebagai student atau tidak bisa diketahui. Kalo living allowance, walopun sebagian besar student bisa part time nyambi kerja tapi jangan sampai karena lambatnya proses pencairan dana menjadikan kerja nyambi kuliah .
Sebelum berangkat study kita sudah diberi jaminan financial yang resmi dari DIKTI selama 3 tahun termasuk living allowance, apa surat tersebut tidak cukup kuat u/ mensuport proses pencairan dana di awal term? o iya, terakhir ada surat edaran yang mengindikasikan progres study yang kurang bagus menjadi pertimbangan u/ pencairan dana beasiswa selanjutnya. Terus terang riset sy sendiri gak semulus jalan tol & gak seindah kata2 om mario teguh , tapi saya & supervisor berusaha u/ menyelesaikannya, sehingga ada waktu tertentu riset agak macet, moga2 gak ada mengalami seperti saya . Kawatirnya beasiswa saya gak cair2, ini tahun ke 3 saya, mudah2an bisa selesai 3 tahun karna sy liat salah satu syarat u/ perpanjangan jika laporan kemajuan studinya dinilai bagus ….eh bukannya kalo kemajuan studinya bagus gak perlu perpanjangan yaa . Untunglah kampus saya masih bisa di nego u/ cicil SPP , tapi sudah ke 3 kalinya sy minta perpanjangan waktu pelunasan……hingga akhir bulan ini, katanya sih bakal berdampak ke VIsaku . Tetap semangat ya temans!
Diana Noroyono says
kalo masalah beasiswa telat itu aduuuuh… please tunjuk tangan deh kalo ada yg bisa saingin saya, perpanjangan BS sem 7 telat sampai 13 bulan bahkan baru cair setelah saya submit pada akhir semester 8? Justru dari sini saya tahu bahwa DIKTI (dengan segala keterbatasannya) ternyata sudah berusaha semaksimal mungkin dan DIKTI telah memecahkan masalah saya. PT pengirim juga harusnya ikut berkontribusi dan jangan hanya bisa bermain2 dg kontrak kosong seperti yg Abah Hamid sampaikan diatas. Kalo buku versi DIKTI 2014 lucu, itu subyektif saya rasa… meskipun memang terasa belum sempurna… Apapun perjuangannya, kalo udah wisuda semua berasa manis kok. Good luck temans
Herri Trilaksana says:
Mbak Diana Noroyono, semua berasa manis setelah wisuda, itu adalah domain individual mbak (saya yakin semua sependapat), akan tetapi saat ini kita bicara dalam konteks perubahan, kearah yang lebih baik, sehingga, harapan kami, kita semua berusaha mendudukkan perhatian kita bagaimana menemukan jalan terbaik mengatasi permasalahan itu.
Kita tidak ingin Dikti terus menerus begini. Kami sudah berhenti menyalahkan Dikti, kami sekarang sebenarnya sayang sama Dikti. Justru kami ingin menolong nama-nama seperti Citra, Fine, Septiawan atau siapa saja yang telah terdolimi oleh sistem. Ini kan sebenarnya kira beranterm sendiri, lalu kita meimikirkan pemecahannya, tapi ya tentu kita membicarakan pengalaman2 pahit kita. Saya yakin semua ini hal yang normal, wajar. Tetapi kalau kemudian kita puas dengan keadaan ini, atau hanya berkata Gambate kudasai, atau keep going… atau tetap semangaaaatttt… atau good luck, atau apalah, rasanya kurang mbak
Kenaaapaaaa kita semua sampai seperti ini… Apakah karena masing2 dari kita ini sudah terlalu sibuk memikirkan keselamatan diri kita masing masing sehingga kita sama sekali tidak bisa mengatur urusan2 yang mengurusi hajat hidup orang banyak semacam pengelolaan karya siswa dst dst.
Hanafiannoy Hanafi says,
Terimakasih Ibu Fitri Holy Chaniago. Kalau boleh saya mewakili karyasiswa yang sedang dalam posisi sulit ini, saya ingin menyatakan bahwa kami semua tentu menghargai usaha semua pihak yang bertujuan membantu kami. Untuk itu, bantuan Ibu menghubungkan kami langsung dengan Pak Supriadi Rustad dan memberitahu beliau dengan persoalan kami tentu akan begitu berharga bagi kami. Jikapun ada diantara karyasiswa yang bertindak/berucap/berposting agar kurang terkendali, kami mohon untuk dimaafkan dan dimaklumi. Hidup di negeri orang tanpa sanak saudara dan tanpa kejelasan pembiayaan serta penuh dengan tekanan dari segala sisi (studi, kewajiban berkeluarga, administrasi beasiswa) merupakan ujian terberat bagi mental kami yang sedang sekolah ini. Ada yang mampu bertahan, tetap calm, dan diam2 berupaya mengatasi masalahnya sendiri. Namun tentu ada juga yang tidak tahan, lepas kendali dan meledak ketika ada pemicu. Mudah2an yang lepas kendali masih bisa diingatkan untuk ‘eling’ dan ‘nyebut’ karena tempat pengaduan terakhir tentu ke Yang Maha Kuasa. Jika sudah kembali mengingat hakikat hidup, mudah2an mereka bisa kembali menguasai diri dan memperbaiki kembali cara berkomunikasinya.
Juga untuk teman2 yang sudah tentram di ‘alam’ nya, kami berharap semoga kami bisa diberi bantuan ketenangan. Saya masih ingat bagaimana sebagian teman2 tersebut yang begitu kritis bersikap dan bereaksi ketika berada dalam masalah yang sama ketika masih jadi karyasiswa. Saya betul2 berharap semoga empati tersebut masih ada sehingga komentar dan responnya tidak malah menambah ‘kegalauan’ kami misalnya dengan memberi tahu sumber masalah baru. Bantu lah kami dengan memberitahu alternatif solusi baru sehingga harapan kami bertemu jalan terang, semakin nyata. Malah posisi teman2 yang sudah selesai itu menjadi semakin strategis karena bisa memberikan gambaran realistis tentang kondisi karyasiswa yang sebenarnya. Keberadaan teman2 yang sudah dekat secara geografis dengan Dikti tentu memungkinkan untuk meyakinkan Dikti bahwa persoalan yang kami hadapi itu real bukan mengada2. Mudah2an dengan demikian pihak Dikti memahami dan mau mendengar jeritan kami.
yoga utami says:
Selasa, 9 Sepember 2014 | 15:38 WIB
Ibu Bpk Yth, perlu ditinjau ulang teknologi progress report. Secara pribadi saya keberatan seolah pihak pembimbing lalai. Berulang kali email pembimbing sampaikan masalah progress report. Tidak bisa dibuka, lalu tidak bisa diisi, dan berkali gagal dikirim. Mari bersahabat dg teknologi. Mari ditinjau
Lukito Edi Nugroho says,
Terkait heboh beasiswa Dikti, jika memang problemnya adalah ribetnya urusan birokrasi dalam pencairan dana, tidak bisakah Dikti menulis surat jaminan ke perguruan tinggi di tempat para mahasiswa tsb belajar yang menyatakan bahwa uang kuliah akan dibayarkan oleh Pemerintah RI? Surat jaminan yg dikeluarkan oleh institusi pemerintah pastilah sedikit banyak akan membantu para mahasiswa tsb.
Esensinya adalah bagaimana memberikan perlindungan kepada mahasiswa kita, sesederhana itu sebenarnya akar permasalahannya…It’s a leadership test
Arief Setyanto tanggapi:
sudah dan surat jaminan tersebut, awalnya laku – dikemudian hari tidak laku karena urusan komunikasi antara PT luar negeri dengan dikti tidak jalan – kadang cuma soal email yang tidak terbalas .
Lukito Edi Nugroho Arief says,
Setyanto: wah…kalau benar surat dari institusi Pemerintah RI tidak laku, kewibawaan kita hilang… so sad
Arief Setyanto tanggapi:
at least itu yg saya alami – berubah status dari sponsored student menjadi self funded karena 2 alasan – pertama email yg tertera di surat jaminan ketika diemail oleh finance dept ngga berbalas dan uang tuition fee keluarnya dari rekening pribadi – biarpun saya ngeyel bahwa uang itu dari pemerintah –
mereka ngga tetep ngga mau
Rianto Jogja says,
pak Lukito Edi Nugroho..yg mahal itu komunikasinya pak,yg saya alami perguruan tinggi luar negeri saya dua kali email nggenahke ke dikti namun tdk ada jawaban. sy telp ga diangkat,sms dan email ga di balas..so sweet pokoknya pak
Lukito Edi Nugroho says,
Kalau memang seperti itu, wibawa kita hilang karena “ulah” kita sendiri ya..
Tapi saya membayangkan situasinya begini:
Pada saat PT LN tadi ramai2 meng-email Dikti, yang membaca kan para staf pelaksana yg tidak mengerti masalah kapan dana bisa dicairkan dsb. Ya pantas saja kalau mereka tidak membalas email-email tsb. Situasi seperti ini seharusnya dieskalasi ke level pejabat, karena para staf tsb memang tidak bisa memutuskan apa-apa. Harusnya ada executive decision yang mengambil alih jalur-jalur normal tadi..Jadi meskipun ada masalah birokrasi yg ruwetnya akut, sebenarnya solusinya tergantung pada leadership…
Arief Setyanto says,
Terlalu banyak kalau mau bedah kasus Lukito Edi Nugroho , kebijakan barangkali OK tapi ketika pelaksanaan mundur beberapa langkah. beberapa kali menurut saya yg terjadi kesalahan yang ngga perlu terjadi.
Ahmad Raf’ie Pratama says,
Tapi kalo pencairannya tetap telat terus apa gak malah bikin malu RI sebagai penunggak tuition fee di banyak kampus di berbagai belahan dunia Pak?
Lukito Edi Nugroho says,
Ahmad Raf’ie Pratama: tentu saja solusi terhadap masalah pencairan tetap hars menjadi prioritas pertama, mas. Surat jaminan yg saya sebutkan hanyalah “bumper” agar benturan yg dialami para mahasiswa tidak terlalu keras. Surat tsb tidak boleh menjadi solusi permanen.
Arief Setyanto says,
salah satu solusi yg bisa dilakukan adalah melakukan kerjasama G to U atau G to G – yang sudah di coba tidak terlalu rumit untuk urusan beasiswa – karena pada dasarnya univ disini butuh mahasiswa juga – jika ada sumber pendanaan yang mau mendanai apalagi dalam jumlah besar mereka most likely mau dan birokrasinya ngga serumit yg di bayangkan. Paling tidak ada 1 sample pola ini di salah satu univ – dan bukan dengan lembaga government – malah dengan lembaga funding swasta – di indonesia. Semua proses birokrasi dilakukan online – via skype dan email – selesai dan SAH berlaku. meskipun ini tidak bisa menyelesaikan soal karyasiswa yg nombok flat – minimal urusan tagihan SPP tidak jadi beban mahasiswa
Winda Nur Cahyo says,
Yang saya dan rekan-rekan lakukan di UoW adalah bersama-sama mengajukan permohonan mengganti status dari private ke sponsored student. Memang susah untuk Uni menghubungi dikti baik via email maupun telepon, akhirnya kami melibatkan Atase Pendidikan Australia sebagai Liaison Person, dan beliau bersedia. Jadi permasalahan yang perlu dikomunikasi dengan dikti disampaikan oleh Uni ke dikti melalui beliau. Alhamdulillah berhasil. Sehingga jika ada keterlambatan pengiriman, tidak akan ada denda atau pinalti apapun apalagi sampai dicabut status mahasiswanya. Namun memang tidak semua Uni bersedia dengan skema ini karena alasan-alasan yang disampaikan rekan-rekan diatas tadi. Jadi kami menjalin komunikasi yang baik dengan atase pendidikan di sini dan kami beruntung karena beliau orang yang baik.
Ganjar Widhiyoga says,
Dikti mengeluarkan daftar karyasiswa yg sudah diproses pencairan dana beasiswa periode ini. Masih ada 412 karyasiswa yang belum dicairkan dananya karena “belum ada progress report”.
Kembali menegaskan, ini bukan kesalahan karyasiswa atau para supervisor. Ada trouble di proses pengiriman link progress report dari Dikti ke supervisor. Sayang jika sekian ratus karyasiswa harus menderita selama sekian pekan karena kesalahan administratif ini.
Sekian.
Hanafiannoy Hanafi says:
Sebagai penyeimbang Ini jawaban Diktendik. Beliau mengakui penyaluran beasiswa luar negeri ternyata tidak mudah jika dihandle hanya oleh satker biasa. Beliaupun mengusulkan dibentuknya semacam BLU dibawah DIKTI sebagaimana LPDP dibawah Kemenkeu agar mekanisme pencairan dan administrasi lebih singkat.
TANGGAPAN TERHADAP BERITA MENGENAI BEASISWA LUAR NEGERI DITJEN DIKTI
============
Mencermati perkembangan penyaluran beasiswa luar negeri Ditjen Dikti, dengan ini atas nama institusi kami menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya kepada para karyasiswa dan masyarakat luas terkait dengan pelayanan beasiswa sebagaimana diberitakan. Pengelola akan terus melakukan perbaikan di setiap tahapan layanan.
Pencairan Beasiswa
Yang paling menonjol adalah belum dicairkannya beasiswa karena belum lengkapnya progress report dari pembimbing/promotor. Sebagai gambaran dari total 1347 karyasiswa, hingga saat ini (9 September 2014) baru sekitar 50% (lima puluh persen) yang melengkapi dokumen Progress Report. Memang pada tahun 2014, Ditjen Dikti meminta progress report ditandatangani oleh pembimbing/promotor, namun tampaknya permintaan ini sulit dipenuhi dengan berbagai alasan teknis. Oleh karena itu pada tanggal 8 September 2014, Ditjen Dikti telah mengumumkan bahwa progress report boleh dibuat oleh karyasiswa untuk keperluan pencairan dan paralel dengan itu Ditjen Dikti tetap berkeinginan mendapatkan progress report dari pembimbing/promotor.
Selain itu, keterlambatan juga terjadi pada proses penerbitan SPM (Surat Perintah Membayar). Ditjen Dikti akan bekerja lebih keras lagi menyelesaikan persoalan beasiswa dalam bulan September 2014. Semakin awal progress report dikirim akan sangat membantu layanan Ditjen Dikti. Sampai dengan penjelasan ini dibuat, Ditjen Dikti terus melakukan pengecekan di tahapan selanjutnya.
Bahwa di dalam sistem penyaluran beasiswa ini sebagian besar dana disalurkan dengan pembayaran langsung melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Khusus Hibah dan Pinjaman Jakarta dan Bank Indonesia (BI) menuju rekening karyasiswa di luar negeri dalam bentuk valuta asing (valas) berdasarkan dokumen SPP (Surat Perintah Pembayaran) dan SPM (Surat Perintah Membayar), yang kemudian berujung pada dokumen SP2D (Surat Perintah Pencairan Dana). Sebagian lagi dana awal diberikan langsung kepada karyasiswa menjelang keberangkatan dalam bentuk Settlement Allowance dan biaya hidup selama 1 (satu) bulan. Rekap dana awal dan nilai SPP inilah yang selalu dilampirkan di dalam kontrak dan dikirimkan kepada karyasiswa di luar negeri dalam bentuk scanned untuk angkatan 2014. Untuk angkatan 2013, data scanned kontrak, dll akan dikirimkan kepada karyasiswa segera setelah persoalan pencairan ini terselesaikan. Karyasiswa dapat memeriksa kebenaran nilai di dalam kontrak dengan cara menjumlahkan dana awal dan nilai di SP2D yang juga dikirim kepada karyasiswa melalui akun masing-masing.
Ternyata memang tidak mudah menyalurkan beasiswa luar negeri melalui satker biasa. Diusulkan agar pengelolaan beasiswa ditangani oleh badan independen, bisa BLU seperti LPDP atau semacam “Indonesian Aid”, sehingga seluruh rangkaian pencairan berada di bawah satu atap dengan mekanisme pencairan yang lebih sederhana.
Demikian penjelasan kami, semoga persoalan pencairan dapat segera diatasi.
Jakarta, 09 September 2014
Direktorat Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Hanafiannoy Hanafi says
Permintaan khusus
Dimohonkan kepada bapak Ibu karyasiswa BLN / BPPLN Dikti yang punya masalah (sepertinya semua ya…:)) dengan beasiswanya untuk membantu kami memetakan masalah dengan mengisi form dibawah ini. Mohon juga keterangan masalahnya dilampiri bukti. Misalnya email yang dikirim tapi tidak dibalas, atau berkas dikirim lengkap tapi dinyatakan tidak lengkap dalam pengumuman Dikti. Dengan demikian, bersama2 kita bisa membantu Dikti melakukan perbaikan jangka pendek terhadap mekanisme pengelolaan saat ini sekaligus mendukung solusi jangka panjang pak Direktur Diktendik yang mengusulkan agar pengelolaan beasiswa Dikti ini dilakukan oleh BLU semacam LPDP, dibawah Kemendiknas/Dikti.
Persoalan Dikti ini lebih cenderung bersifat sistemik daripada kasuistik. Untuk itu, secara pribadi saya sangat setuju dengan solusi jangka yang diusulkan pak Supriadi Rustad tersebut.
http://form.jotform.co/form/42497913220858
Abah Hamid says,
Saya mengapresiasi permintaan maaf Pak Direktur. Juga paragraf terakhir bahwa perlunya penyaluran beasiswa Dikti ditangani BLU atau dialihkan saja ke LPDP. Hanya yang disayangkan pernyataan soal progress report. Padahal pangkal kekacauan penyaluran beasiswa di tahun ini adalah prosedur progress report online yang berantakan, dimana Dikti sesuai jadwal seharusnya mengirimkan email link progress report ke pembimbing karyasiswa bulan Juni, sehingga pencairan di bulan Juli. Namun, sampai sekarang masih banyak pembimbing yang belum menerima email dari Dikti. Bahkan pembimbing di banyak tempat menerima email dari hacker yang berhasil membobol database dikti http://abdul-hamid.com/2014/09/09/sophialacosta/