Kemenristek Dikti Pangkas Regulasi untuk Percepat Sertifikasi Dosen

Kemenristek Dikti Pangkas Regulasi untuk Percepat Sertifikasi Dosen

Senin, 27 Maret 2017 19:37

SURYA.co.id | SURABAYA – Sertifikasi dosen untuk kenaikan jabatan salah satunya mensyaratkan adanya publikasi internasional pada jurnal terakreditasi internasional, baik yang terindeks Scopus, Thomson, DOAJ, dan lain sebagainya.

Dalam penilaian itu, terdapat reviewer jurnal yang datang ke Jakarta untuk memverifikasi kebenaran publikasi jurnal imiah yang telah dibuat oleh dosen.

Namun, karena ada pengurangan dana dari Kemenristek Dikti, kini reviewer jurnal tidak lagi harus datang ke Jakarta.Menurut Menristek Dikti, M Natsir, saat ini untuk proses reviewer publikasi karya ilmiah dilakukan secara online.

“Kalau online, makin cepat makin baik. Dulu mengurus guru besar sampai 4 tahun, tidak ada yang susah, yang susah orangnya. Makanya saya target proses review ini hingga tuntas 2 bulan,”jelas menristekdikti, M Nasir ketika ditemui SURYA.co.id, Senin (27/3/2017).

Mekanisme seleksi publikasi ini membutuhkan reviewer sesuai dengan bidangnya. Sehingga reviewer harus ke Jakarta untuk menentukan keabsahan publikasi. Saat proses ini diubah online, reviewer bisa mengecek tes plagiasi secara otomatis, dan reviewer bisa melihat hasilnya dari tempatnya bekerja. “Jadi pengecekan keabsahan jurnalnya tidak perlu meninggalkan pekerjaan sehari-hari,”ungkapnya.

Pemangkasan regulasi ini memang telah memberikan dampak signifikan. Seperti dosen Universitas Airlangga yang memperoleh jabatan guru besar dalam seminggu. Guru Besar Fakultas Kedokteran (FK) Unair, Prof Ari Sutjahjo Sp, menjelaskan proses yang lama sebelum regulasi itu memang benar, karena itu dirinya sebenarnya tidak tertarik mengurusnya.

“Umumnya, teman-teman yang mengurus status guru besar itu memang hanya ditumpuk saja berkasnya dan harus sering dicek ke Jakarta,” katanya.
Meskipun memasuki usia pensiun, namun ia didukung pihak fakultas dan universitas untuk mengajukan diri sebagai guru besar. Hal ini tak lepas dari upaya menjaga kestabilan rasio guru besar.

“Pihak fakultas melihat nilai saya mencukupi untuk proses guru besar, maka saya disarankan melengkapi pengurusan itu. Saya pun mengajukannya ke pusat pada awal Januari 2016,” kata guru besar kelahiran Kediri, Jatim, 10 Februari 1951 itu.

Hal serupa dirasakan Prof Suyatno, guru besar Universitas Negeri Surabaya (Unesa) ini memperoleh gelar guru besarnya setelah mengumpulkan berkas selam 6 bulan. Menurutnya jangkabini lebih cepat daripada periode guru besar sebelumnya.

“Setiap guru besar beda prosesnya, saya kebetulan setelah semua lengkap. Nunggu 6 bulan SK nya keluar,”pungkasnya

Sumber : Surya.co