Regenerasi Tersendat, Gap Peneliti Junior dan Senior Tinggi Sekali

Oleh: Dhita Seftiawan
4 November, 2018 – 10:23

Ilustrasi/DOK. PR

JAKARTA, (PR).- Regenerasi peneliti di Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) yang di bawah binaan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi tersendat. Jumlah antara peneliti yang pensiun dan direkrut tidak ideal. Kondisi tersebut membuat hasil riset di LPNK, baik secara kualitas maupun kuantitas, belum maksimal.

Direktur Jenderal Sumber Daya Iptek Dikti Kemenristekdikti Ali Ghufron Mukti mengatakan, selain jumlah, usia antara peneliti senior dan junior di LPNK terpaut jauh. Menurut dia, jika tak segera dibenahi, produksi karya ilmiah dari LPNK akan stagnan. LPNK yang berada di bawah binaan Kemenristekdikti antara lain Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN).  

“Kalau pensiun 1.000 diganti 1.000 itu tidak pernah terjadi. Setiap tahun harusnya ada pergantian. Jadi antara yang dulu, pengalaman banyak, dewasa, senior, dengan yang muda ini jauh, sehingga terjadilah gap. Sehingga tak ada transfer ilmu dan pengalaman,” kata Ghufron di Jakarta, Jumat 2 November 2018.

Kendati demikian, Ghufron tak menyebut berapa jumlah peneliti senior dan junior di LPNK Kemenristekdikti. Ia menyatakan, perbedaan usia antara peniliti senior dan junior seharusnya tidak terjadi jika LPNK merekrut peneliti setiap tahun. Untuk peneliti bidang tertentu, seperti nuklir, bahkan sulit sekali regenerasi.

Gap antara generasi LPNK senior dan yang di bawah-bawahnya tinggi sekali. Regenerasi tidak berjalan lancar. Kami mencoba mengatasi masalah ini dengan terus menggenjot kualitas dan kapasitas peneliti muda, salah satunya dengan program Pendidikan Magister menuju Doktor untuk Sarjana Unggul (PMDSU),” ujarnya.

Riset Pro

Dalam Konferensi Riset dan Inovasi Indonesia: Ikatan Alumni Riset-Pro (IASPro) pekan lalu, selain membahas regenerasi peneliti, Menristekdikti Mohamad Nasir juga mengingatkan tentang pentingnya bidang penelitian. Ia menegaskan, dalam Rencana Induk Riset Nasional (RIRN), para peneliti didorong produktif melakukan riset pada 9 bidang prioritas.

Yakni, bidang pangan, energi, kesehatan dan obat, transportasi, teknologi informasi dan komunikasi, material maju, kemaritiman, kebencanaan, sosial dan humaniora. Ia menegaskan, penelitian pada 9 bidang tersebut harus melahirkan inovasi yang bisa diserap industri. Dengan demikian, manfaat dari sebuah hasil riset bisa dirasakan masyarakat.

“Sehingga peningkatan kapasitas sumber daya manusia dan kelembagaan menjadi sangat penting untuk mencapai target tersebut. Alumni dari Riset Pro harus menjadi SDM yang unggul dan dapat membangun jaringan riset internasional,” kata Nasir.

Program RIset Pro diklaim menjadi salah satu upaya dari Kemenristekdikti untuk mempercepat peningkatan daya saing SDM.  Melalui program ini, para peneliti muda dikirim belajar ke berbagai universitas ternama di luar negeri. 

“Sudah 463 pegawai diberangkatkan ke universitas terkenal di dunia. Dengan mengirim mereka, kami berharap bisa mendekati senior bahkan melebihi,” kata DIrektur Kualifikasi SDM Kemenristekdikti Mukhlas Ansori. ***

Sumber  : Pikiran Rakyat