AmbonLLDIKTI12,– Saat ini tantangan riset dan inovasi oleh Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Maluku dan Maluku Utara dihadapkan pada persoalan minimnya dukungan dan perhatian oleh Kementerian Riset, Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional (Kemenristek/Brin) sehingga berbagai penelitian dan inovasi yang dihasilkan belum secara mandiri mampu berdampak terhadap ekonomi dan kemandirian masyarakat.

Hal ini dikemukakan oleh Kepala LLDIKTI Wilayah XII Dr. Muhammad Bugis, SE, M.Si dalam Workshop Penguatan Inovasi bagi PTS dilingkungan LLDIKTI Wilayah XII, pada Kamis, 9 Juli 2020 melalui zoom meeting dihadapan peserta workshop. Menurut Bugis, Perguruan  Tinggi  Swasta (PTS) di Wilayah XII telah menghasilkan produk penelitian yang telah mengglobal. Salah satu diantaranya tentang penggunaan produk lokal galoba (Hornstedtia alliacea) untuk mengobati penyakit HIV/AIDS dengan tingkat penyembuhan mencapai 80 %.

Kendati produk hasil peneltian ini kata Bugis bahkan telah mengglobal, namun PTS penemu (STIKES Tobelo, red) saat ini dihadapkan pada minimnya anggaran untuk mendukung keunggulan penelitian dan pengembangan inovasi produk tersebut sehingga dapat dikomersialisasikan dan berdampak  ekonomi. Dengan penemuan produk dan pengembangan inovasi tersebut Dr. Muhammad  Bugis, SE, M.Si mengharapkan dukungan yang maksimal dari Kemenristek/Brin.

Workshop Penguatan Inovasi bagi PTS di Wilayah XII dimaksudkan untuk mendukung terciptanya ekosistem inovatif di perguruan tinggi, selain itu perguruan tinggi diharapkan mampu menjadi fasilitator dalam membangun manajemen klaster inovasi demi terwujudnya produk inovasi unggulan berbasis hasil riset perguruan tinggi dalam meningkatkan perekonomian dan daya saing nasional.

Sementara itu, Kepala Sub Direktorat Riset Tarapan, Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat, Deputi Bidang Riset dan Pengembangan Kemenristek/Brin Syarief Hidayat, SH, MH yang hadir sekaligus menjadi narasumber pada Workshop tersebut menyatakan persoalan inovasi, harus dilihat bagaimana persoalan inovasi secara nasional dan permasalahannya pada masing-masing wilayah, dan bagaimana perbandingan inovasi dengan negara-negara lain serta solusi-solusi yang ditawarkan untuk mendukung kemajuan riset dan inovasi teknologi secara nasional. “salah satu yang kami tawarkan adalah adanya regulasi yang mendukung kemajuan riset dan inovasi” ungkap Syarief Hidayat.

Dikatakan PT di wilayah XII harus mengetahui posisi dan orientasi riset/inovasi saat ini, sebab seseorang tidak dapat mengklaim hasil riset dan inovasi penelitiannya tanpa adanya kepastian untuk mengetahui ukuran-ukuran tentang tingkat kesiapterapan teknologi dan pengembangan. “Inovasi saat ini adalah pendorong utama produktivitas dan kemakmuran suatu negara,  kita saat ini tidak bisa lagi mengandalkan kepada sumber daya alam yang tersedia, oleh karena itu salah satu tujuan negara adalah memberikan kemakmuran sebesar-besarnya kepada rakyatnya, standar kemajuan dan peningkatan ekonomi yang tinggi itulah yang menjadi ukuran dari pembangunan ekonomi kita, dan bagaimana mencapai kemakmuran maka produktifitas ditengah persaingan ” ungkapnya.

Terkait perbedaan kebutuhan industri dengan hasil  inovasi yang dihasilkan, hasil riset masih dalam skala uji coba dan beresiko tinggi mengalami kegagalan, masih  lemahnya tingkat kepercayaan dunia industri terhadap pemanfaatan hasil riset anak bangsa dan atau anggaran riset masih belum optimal. Maka dari itu diperlukan hilirisasi yakni bagaimana mengantarkan hasil riset perguruan tinggi atau lembaga litbang masuk ke  sektor   industri. Hal ini penting karena telah banyak kegiatan riset yang menghasilkan berbagai inovasi di berbagai bidang fokus dan sektor akan tetapi masih belum banyak  yang  dimanfaatkan oleh industri. Perguruan tinggi  dan industri seolah berjalan masing-masing, tidak saling bersinggungan dan tidak saling mendapatkan manfaat. Selama ini hasil riset  para akademisi  dan mahasiswa di perguruan tinggi belum banyak dimanfaatkan dunia industri dikarenakan disinyalir tidak pas dengan kebutuhan.

Menurut   Syarief   Hidayat,   SH, MH permasalahan riset dan inovasi nasional sangat terkait dengan pengembangan sumber daya manusia (SDM), manajemen, kelembagaan dan anggaran. Hidayat meminta Kepala LLDIKTI Wilayah XII, Pimpinan PTS dan dosen-dosen di Maluku dan Maluku Utara untuk melihat kondisi riset dan inovasi secara nasional agar dapat dibandingkan dengan kondisi objektif saat ini PT masing-masing.

Dikatakan, secara nasional permasalahan SDM yang  dialami oleh perguruan tinggi atau lembaga litbang kita saat  ini masih  minim, jumlah peneliti S3 hanya 15 % dari total peneliti, jumlahnya hanya 1.071 per juta penduduk,  artinya sangat rendah. produktivitas penelitian juga menurutnya sangat rendah, hanya 2 %, kandidatnya pun rendah. Siapa kandidat kata dia, tentu SDM yang dihasilkan oleh perguruan tinggi, ini menjadi tugas bapak/ibu sekalian untuk mencetak manusia unggul sehingga mereka dapat berkontribusi kepada sumberdaya IPTEK ke depan. Problem lain yang cukup krusial adalah rendahnya kapasitas dan riset grup.

“Jadi secara personal, banyak peneliti kita yang unggul, banyak peneliti kita yang mendunia, akan tetapi ketika mereka riset grup, kendala kemudian muncul, ego sektoral, ego keilmuan muncul, inilah faktor yang menjadi kendala, permasalahan  lain adalah rendahnya mobilitas SDM peneliti.” ungkapnya.

“Kalau kita lihat ke negara-negara maju, di perusahaan-perusahaan besar itu banyak sekali peneliti berasal dari kalangan dosen dan lembaga litbang yang dimobilisasi oleh pemerintah untuk membantu perusahaan tersebut, contohnya adalah SAMSUNG, ketika pertama beroperasi, sebagian besar penelitinya berasal dari Perguruan Tinggi” ungkapnya lagi.

Terkait dengan manajemen riset juga masih sangat lemah, kompetisi terbuka yang adil bagi para peneliti, bagaimana kemampuan peneliti atau dosen-dosen yang ada di wilayah XII untuk bisa menembus pendanaan yang tersedia di Kemenristek/Brin belum maksimal.

Pihaknya mengakui harus ada kesempatan kepada perguruan tinggi tertentu, dosen-dosen tertentu dan daerah-daerah tertentu yang memang bidang-bidang penelitiannya dispesifikasikan tidak menjadi kompetensi terbuka, sebab jika dikompetisikan secara terbuka maka akan menutup kesempatan kepada dosen-dosen atau perguruan tinggi tertentu yang secara geografis memiliki kekayaan SDM yang besar, namun karena kualitas penulisan proposalnya belum bagus sehingga hal itu menjadi kendala dalam pendanaan suatu penelitian.

Terkait kelembagaan penelitian, Syarief Hidayat menyatakan riset saat ini di Indonesia, belum didukung oleh lembaga pendanaan riset yang mandiri dan opersional, selain itu terlalu banyak lembaga riset dengan disparitas kualitas, dan dukungan prasarana riset yang masih rendah, hal lain yang menjadi kendala adalah  rendahnya inergitas antar lembaga riset dan antara lembaga riset dengan industri.

Problem lain dan sering kali menjadi penyebab utama dalam pengembangan inovasi riset nasional yakni anggaran riset, Syarief Hidayat menyatakan, saat ini minimnya regulasi yang mendukung anggaran riset juga disinyalir menjadi penyebab utama, anggaran riset nasional (GERD) masih sangat rendah yakni kurang dari 0,25 % per GDP, dikatakan anggaran-anggaran riset nasional kita saat ini cenderung didominasi oleh pemerintah sebesar 80 % dan swasta hanyalah 20 %. “kedepan saya akan bicarakan dalam rencana induk nasional agar paradigma ini di balik swasta 80 % dan pemerintah 20 %. ” ungkapnya.

Posisi Indonesia  saat  ini lanjut Hidayat,  SH,  MH   berdasarkan Global Innovation Indeks (GII) sangat memperihatinkan  karena    berada  di peringkat nomor dua dari bawah dan hanya terpaut satu tingkat di atas Kamboja di antara negara-negara ASEAN atau peringkat ke 85 dari 125 negara di dunia. GII merupakan tolak ukur yang digunakan pemangku kepentingan dalam menstimulasi  dan mengukur aktivitas inovasi. ”Inovasi merupakan motor penggerak sosial ekonomi suatu negara, jadi posisi Indonesia sangat rendah sekali,  bandingkan  dengan Singapura, Thailan. Malaysia.

Ia mencontohkan Swiss, meskipun negaranya kecil tapi peringkatnya tinggi di tingkat internasional karena didukung oleh Swiss Enterprenuers Foundation, jadi riset-riset itu dimitrakan antara riset dengan perguruan tinggi maupun lembaga litbang.

Singapura juga demikian dia punya lembaga namanya STARUP SG, lembaga inilah yang menjembatani riset dan penelitian yang dilakukan oleh lembaga penelitian, perguruan tinggi, pemerintah dan  swasta. Malaysia  juga  punya  fleksi program namanya DKN (Dasar Keusahawanan Nasional) kita belum punya. Saat ini kita punya Direktorat Jenderal Inovasi tapi belum berjalan dengan baik, dulu kita punya namanya Komite Inovasi Nasional tapi udah bubar, jadi kita tidak punya dewan fleksi nasional” ungkapnya.

Penelitian memang telah banyak dilakukan oleh para peneliti tetapi masih bersifat parsial dan sporadis sehingga dibutuhkan upaya untuk memadukan, agar penyelesaian masalah  strategis yang bersifat nasional menjadi lebih fokus, lebih  komprehensif,  dengan cara yang lebih efisien, baik dari segi sumberdaya manusia dan  waktu maupun sumberdana (biaya).

Workshop PTS dalam penguatan inovasi bagi PTS dalam Lingkup LLDIKTI Wilayah XII diikuti oleh 95 peserta dari unsur dosen, pimpinan PTS, lembaga- lembaga penelitian  dan pengabdian kepada masyarakat (LPM) berbagai PTS di Maluku dan Maluku Utara.

Diharapkan melalui workshop ini, perguruan tinggi di Wilayah XII dapat menghasilkan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat yang bermutu tinggi dapat berkontribusi secara nyata kepada peningkatan daya saing bangsa.

Dosen dan pimpinan PTS di wilayah XII yang mengeluhkan minimnya dukungan dana pemerintah  untuk membiayai riset dan inovasi, Rektor Iqra Buru, Dr, Muhmammad Sehol, M.Si meminta kepada Kemenristek/Brin agar mempertimbangan adanya alokasi pendanaan khusus berupa dana stimulan yang diregulasi  oleh Pemerintah Pusat bagi PTS yang melakukan riset dan inovasi khususnya di daerah-daerah yang memiliki sumber daya alam melimpah, jika hal itu tidak dilakukan maka anggaran riset dan inovasi hanya akan menjadi digdaya bagi kampus-kampus besar, sementara disisi lain potensi SDM lokal yang akan dikembangkan untuk mendorong kemandirian ekonomi disuatu daerah akan terkendala akibat tidak tersedianya dana dalam menunjang keberlanjutan riset dan inovasi produk-produk lokal. Menanggapi keluhan tersebut Syarief Hidayat menyatakan mengapresiasi kinerja Kepala LLDIKTI Wilayah XII Dr. Muhammad Bugis, SE, M.Si SE, M.Si yang punya visi jauh kedepan dalam meriset dan menginovasi produk-produk lokal yang berimplikasi terhadap peningkatan ekonomi masyarakat dan terutama dosen dan peneliti di wilayah XII, menurutnya jika suatu riset dan inovasi hanya berguna untuk kredit point (KUM) dan laporan saja tetapi belum memberikan dampak ekonomi dan kesejahteraan kepada masyarakat sekitar caranya agar hasil riset dan inovasi suatu penelitian harus mampu dihilirisasi. “saya setuju wilayah-wilayah yang memiliki SDA yang melimpah namun masih terbatasnya SDM maka dibutuhkan privalage dalam hal pendanaan untuk mendukung pembiayaan  sampai pada dihilirisasinya program kebelanjutan inovasi ” ungkap Syarief Hidayat. (bul)