Ambon, LLDIKTI12 – Konsep Merdeka Belajar  yang digagas  Menteri Pendidikan dan  Kebudayaan RI Nadiem  Makarim  seusai   dilantik oleh Presiden Joko Widodo Oktober tahun 2019 lalu mulai diimplementasikan oleh Perguruan Tinggi (PT) baik Negeri maupun Swasta.

Merdeka belajar di Perguruan Tinggi (PT) menekankan kepada PT agar lebih otonom. Prinsipnya, dilakukan perubahan paradigma pendidikan agar kampus menjadi lebih otonom dengan kultur pembelajaran yang inovatif. Kampus Merdeka sendiri ditujukan untuk memperluas kapasitas penyediaan sumber daya bagi para mahasiswa.  Mulai dari pembukaan program studi baru yang dimaksudkan untuk memberikan mahasiswa kesempatan memilih jurusan yang sesuai dengan kebutuhan pengetahuan dan keterampilannya di masa mendatang secara detail.

Dalam rangka menyiapkan mahasiswa menghadapi perubahan sosial, budaya, dunia kerja dan kemajuan teknologi yang pesat, kompetensi mahasiswa harus disiapkan sesuai dengan kebutuhan zaman. Link and match tidak saja dengan dunia industri dan dunia kerja tetapi juga, bagaimana mahasiswa mampu mendesain masa depan yang berubah dengan cepat. Perguruan Tinggi dituntut dapat merancang dan melaksanakan proses pembelajaran yang inovatif agar mahasiswa dapat meraih capaian pembelajaran  mencakup aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara optimal dan selalu relevan.

Kampus Merdeka diharapkan  dapat menjadi  jawaban  atas tuntutan  tersebut.  Kampus Merdeka merupakan  wujud   pembelajaran di perguruan tinggi yang otonom dan fleksibel sehingga tercipta kultur belajar yang inovatif, tidak mengekang, dan sesuai dengan kebutuhan mahasiswa. Program utama yaitu: kemudahan pembukaan program studi baru, perubahan sistem akreditasi perguruan tinggi, kemudahan perguruan tinggi negeri menjadi PTN berbadan hukum, dan hak belajar tiga semester di luar program studi.

Berbagai bentuk kegiatan belajar di luar perguruan tinggi, diantaranya melakukan magang/praktik kerja di industri atau tempat kerja lainnya, melaksanakan proyek pengabdian kepada masyarakat di desa, mengajar disatuan pendidikan, mengikuti pertukaran mahasiswa, melakukan penelitian, melakukan kegiatan kewirausahaan, membuat studi atau proyek independen, dan mengikuti program kemanusisaan.

Semua kegiatan tersebut harus dilaksanakan dengan bimbingan dari dosen. Kampus Merdeka diharapkan dapat memberikan pengalaman kontekstual lapangan yang akan meningkatkan kompetensi mahasiswa secara utuh, siap kerja, atau menciptakan lapangan kerja baru. Proses pembelajaran dalam Kampus Merdeka merupakan salah satu perwujudan pembelajaran yang berpusat pada mahasiswa (student centered learning) yang sangat esensial.

Pembelajaran dalam Kampus Merdeka memberikan tantangan dan kesempatan untuk pengembangan inovasi, kreativitas, kapasitas, kepribadian, dan kebutuhan mahasiswa, serta mengembangkan kemandirian dalam mencari dan menemukan pengetahuan melalui kenyataan dan dinamika lapangan seperti persyaratan kemampuan, permasalahan riil, interaksi sosial, kolaborasi, manajemen, tuntutan kinerja, target dan pencapaiannya.

Melalui program merdeka belajar yang dirancang dan diimplementasikan dengan baik, maka hard dan soft skills mahasiswa akan terbentuk dengan kuat. Program Merdeka Belajar – Kampus Merdeka diharapkan dapat menjawab tantangan Perguruan Tinggi untuk menghasilkan lulusan yang sesuai perkembangan zaman, kemajuan IPTEK, tuntutan dunia usaha dan dunia industri, maupun dinamika masyarakat.

Kebijakan Kampus Merdeka telah diluncurkan oleh Menteri Pendidikan dan Kabudayaan RI Nadiem Makarim pada awal 2020 lalu, terlepas dari kebijakan tersebut masih menuai pro dan kontra namun, diharapkan dunia pendidikan Indonesia dapat bergerak ke arah yang lebih baik demi meningkatnya kualitas sumber daya manusia.

“Kebijakan Kampus Merdeka ini merupakan kelanjutan dari konsep Merdeka Belajar. Pelaksanaannya paling mungkin untuk segera dilangsungkan. Hanya mengubah peraturan menteri, tidak sampai mengubah peraturan pemerintah ataupun undang-undang,” kata Nadiem di Jakarta, Jumat, 24 Januari 2020. Sebagaimana di rilis pada laman : https://lldikti1.ristekdikti. go.id/details/apps/2043.

         Mendikbud menerangkan bahwa paket kebijakan Kampus Merdeka ini menjadi langkah awal dari rangkaian kebijakan untuk perguruan tinggi. Kampus Merdeka mengusung empat kebijakan         dilingkup perguruan tinggi         yakni pertama, Sistem akreditasi perguruan tinggi dalam program Kampus Merdeka, program re-akreditasi bersifat otomatis untuk seluruh peringkat dan bersifat sukarela bagi perguruan tinggi dan prodi yang sudah siap naik peringkat. Akreditasi yang sudah ditetapkan Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) tetap berlaku selama 5 tahun namun akan diperbaharui secara otomatis. Pengajuan re-akreditasi PT dan prodi dibatasi paling cepat dua tahun setelah mendapatkan akreditasi yang terakhir kali. Untuk perguruan tinggi yang berakreditasi B dan C bisa mengajukan peningkatan, akreditasi A pun akan diberikan kepada perguruan tinggi yang berhasil mendapatkan akreditasi internasional.

Evaluasi akreditasi akan dilakukan BAN-PT jika ditemukan penurunan kualitas meliputi pengaduan masyarakat dengan disertai bukti konkrit, serta penurunan tajam jumlah mahasiswa baru yang mendaftar dan lulus dari prodi ataupun perguruan tinggi.

Kedua, memberikan hak  kepada mahasiswa untuk  mengambil mata kuliah di luar prodi dan melakukan perubahan definisi Satuan Kredit Semester (SKS).  PT   wajib   memberikan   hak bagi mahasiswa untuk secara sukarela, jadi mahasiswa boleh mengambil ataupun tidak SKS di luar kampusnya sebanyak dua semester atau setara dengan 40 SKS, mahasiswa juga dapat mengambil SKS di prodi lain di dalam kampusnya sebanyak satu semester dari total semester yang harus ditempuh. Ini tidak berlaku untuk prodi kesehatan.

Saat ini menurut Mendikbud, bobot SKS untuk kegiatan pembelajaran di luar kelas sangat kecil dan tidak mendorong mahasiswa untuk mencari pengalaman baru, terlebih dibanyak kampus, pertukaran pelajar atau praktik kerja justru menunda kelulusan mahasiswa. Lebih lanjut, Mendikbud menjelaskan terdapat perubahan pengertian  mengenai SKS. Setiap SKS diartikan sebagai ‘jam kegiatan’, bukan lagi ‘jam belajar’. Kegiatan di sini berarti belajar di kelas, magang atau praktik kerja di industri  atau organisasi, pertukaran pelajar, pengabdian masyarakat, wirausaha, riset, studi independen, maupun kegiatan mengajar di daerah terpencil. “Setiap kegiatan yang dipilih mahasiswa harus dibimbing oleh seorang dosen yang ditentukan kampusnya. Daftar kegiatan yang dapat diambil oleh mahasiswa dapat dipilih dari program yang ditentukan pemerintah dan/atau program yang disetujui oleh rektornya.

Ketiga, Pembukaan prodi baru Program Kampus Merdeka memberikan otonomi Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan Swasta (PTS) untuk melakukan pembukaan atau pendirian program studi (prodi) baru. Otonomi diberikan jika PTN dan PTS tersebut sudah memiliki akreditasi A atau B, dan telah melakukan kerja sama dengan organisasi dan  atau  universitas yang masuk dalam QS Top 100 World Universities. Pengecualian berlaku untuk prodi kesehatan dan Pendidikan.

Seluruh prodi baru akan otomatis mendapatkan akreditasi C”. Lebih lanjut, Mendikbud menjelaskan kerja sama  dengan  organisasi akan mencakup penyusunan kurikulum, praktik  kerja atau magang, dan penempatan kerja bagi para mahasiswa. Kemudian Kemendikbud akan bekerja sama dengan perguruan tinggi  dan mitra prodi untuk melakukan pengawasan. “Tracer study wajib dilakukan setiap tahun. Perguruan tinggi wajib memastikan hal ini diterapkan.

Kemudahan menjadi PTN-BH. Kebijakan Kampus Merdeka yang ketiga terkait kebebasan bagi PTN Badan Layanan Umum (BLU) dan Satuan Kerja (Satker) untuk menjadi PTN Badan Hukum (PTN BH). Kemendikbud akan mempermudah persyaratan PTN BLU dan Satker untuk menjadi PTN BH tanpa terikat status akreditasi.

Menurut Nadiem pada tahap awal untuk melepaskan  belenggu  agar lebih mudah bergerak. Kita masih belum menyentuh aspek  kualitas. Akan ada beberapa matriks  yang  akan digunakan untuk membantu perguruan  tinggi   mencapai targetnya,” ujarnya. (bul/dari berbagai sumber)