BERPROSES

screenshot_2016-11-08-09-25-58-1
In living and loving memory of Rizka Fitri Nugraheni (5 April 1992 – 5 November 2016)

Oleh Pak Lukito Edi Nugroho

26 November 2016

Nduk sayang …
Bapak masih ingat sekali bagaimana masa kecilmu dulu, nduk. Gemuk, lucu, menggemaskan… tapi kamu begitu pemalu dan takut bertemu orang asing. Clingus, kata orang Jawa. Tidak pernah berani tampil di depan umum.

Tapi setelah kamu bersekolah di Australia, pelan-pelan sifat itu berubah. Bapak dan ibu merasa takjub sekali saat itu, melihat bagaimana putrinya bertransformasi menjadi anak yang lebih terbuka dan berani. Bapak tidak akan pernah lupa saat kamu kelas 1 SD dan ikut pentas bersama teman-teman sekolahmu. Begitu pentas selesai, kamu langsung lari menghambur ke arah bapak, memeluk bapak… seolah-olah mengatakan,”Pak, aku bisa…aku bisa menaklukkan ketakutanku…” Bapak dekap erat dirimu nduk, larut dalam kebahagiaanmu.

Yang bapak tidak sadari, ternyata momen itu menunjukkan kemampuanmu dalam belajar, dalam berproses menuju ke keadaan yang lebih baik.

Setelah kamu dewasa, beberapa kali kita berdiskusi tentang hidup. Kamu mengungkapkan beberapa kelemahan dirimu. Kamu bercerita tentang tekanan-tekanan yang kamu alami dalam membawa dirimu naik tingkat, baik dalam dimensi horizontal maupun vertikal. Tapi bapak kemudian tahu bahwa kamu berusaha keras mengalahkan semua itu.

“Aku berproses, pak…”, demikian katamu saat itu. Dan berproses itulah yang membuat bapak salut dan hormat padamu, nduk. Tidak mudah berproses seperti itu, karena hakekatnya itu adalah usaha menaklukkan diri sendiri. Mengalahkan kelemahan diri perlu memahami dulu apa kelemahan itu, dan ini perlu kejujuran terhadap diri sendiri. Dan setelah itu, dan ini yang paling penting dan paling berat, adalah melakukan upaya-upaya perbaikan. Penting karena perbaikan inilah yang akan membawa diri ke tingkat yang lebih tinggi, berat karena godaan nafsu-nafsu rendah luar biasa besarnya. Jihad kecil, kata Rasul panutan kita.

Bapakpun mengalaminya. Sejujurnya, tidak mudah bagi bapak untuk mendengar secara jernih ketika kamu mengingatkan bapak,”Pak, kalau mau minum, jangan sambil berdiri ya…”. Ketika nasihatmu sampai ke telinga bapak, seketika itu pula bisikan nafsu mengatakan,”Ah, kan cuma minum sedikit”. Atau bahkan,”Ah, anak kecil kok mengajari orang tua?”. Benar nduk, bahkan untuk hal-hal kecil seperti itupun bapak menolak. Ketidakpedulian dan kehadiran ego yang dominan, semua itu menutupi mata hati bapak terhadap hal-hal yang sesungguhnya membawa kebaikan. Jika kelemahan diri tidak disadari, bagaimana kemudian bisa menapak ke kualitas yang lebih baik?

Petunjuk bukan hanya ada di masjid, pengajian, sekolah, kampus, dan forum-forum belajar lainnya. Ia ada di mana-mana, meresap dalam keseharian kita. Ia bisa muncul dalam berbagai bentuk, datang melalui apapun atau siapapun. Kita sajalah yang belum mampu menerimanya. Frekuensi kita belum cocok dengan frekuensi ilahiah yang membawa petunjuk-petunjuk tersebut. Hanya “radio” yang jernih yang bisa menerima pancaran sinyal ilahiah seperti itu.

Sekarang bapak mengerti bagaimana kamu belajar untuk menjadi lebih baik, nduk. Bagaimana kamu berproses seperti halnya metamorfosis, mengubah diri dari ulat menjadi kupu-kupu yang indah dengan menjalani tahapan-tahapan peningkatan kualitas diri.

Bapak sekarang belajar untuk melakukan hal yang sama, nduk. Demikian pula ibu dan adik-adikmu. Bahkan orang-orang di luar keluarga kita.

Dan tahukah kamu nduk, begitu belajar dan berproses itu diniatkan kuat, seolah-olah ada Tangan Yang Mahaperkasa dan Mahaasih yang menyambut niat itu. Dilembutkan-Nya hati, dijernihkan-Nya pandangan dan pikiran, dan dikuatkan-Nya langkah…

Nduk sayang… Kamu tahu bidadari kan? Dalam cerita dongeng, bidadari digambarkan sebagai sosok putri mungil berwajah cantik dan bercahaya.

Bapak juga punya bidadari, nduk. Bidadari bapak tidak hanya cantik, tapi juga berakhlak tinggi, lembut hati, dan luhur perangainya. Dia dikirim oleh Sang Pemiliknya untuk menempati hati bapak dan menemani bapak. Setiap kali bapak melangkah untuk melakukan hal-hal baik, si bidadari ada di samping bapak, menyemangati bapak. Dan layaknya dalam dongeng-dongeng itu, tiap kali bapak rindu, bapak tinggal menengok ke dalam hati bapak. Bidadari itu pasti ada di sana dan memberikan senyum khasnya kepada bapak…

Luar biasa sekali karunia ini nduk, insyaAllah bapak akan bersemangat menjalani proses belajar bapak.
(…dan selanjutnya, yang ada hanyalah keheningan yang dipenuhi kesyukuran…)

Sumber : https://m.facebook.com/notes/lukito-edi-nugroho/berproses/10154778384883934/

Baca juga :

Ranting yang Hilang oleh Ir. Lukito Edi Nugroho